Sabtu, 23 Desember 2017

Pengantar Bisnis Tentang CSR

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)


A. Definisi CSR menurut beberapa ahli dibidangnya
1. World Business Council for sustainable development
komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya.
2. Commision of the European Communities:
Tanggung jawab sosial perusahaan pada dasarnya adalah sebuah konsep dimana perusahaan memutuskan secara suka rela untuk memberikan kontribusi demi mewujudkan masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih. 
3. CSR Asia:
Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para pihak yang berkepentingan. 
4. Business for Social Responsibility:
Corporate social responsibility (CSR) adalah pencapaian kesuksesan komersil dalam artian penghargaan terhadap nilai kesusilaan dan penghormatan terhadap manusia, masyarakat dan lingkungan 
5. Ethics in Action Awards:
Corporate social responsibility (CSR) adalah istilah yang menjelaskan tentang kewajiban perusahaan yang harus dipertanggungjawabkan kepada para pihak yang berkepentingan disetiap operasi dan aktivitasnya. 
6. Khourey:
Corporate social responsibility (CSR) adalah keseluruhan hubungan antara perusahaan dengan pihak yang berkepentingan(Stakeholders). 
7. Indian NGO.com:
Corporate social responsibility (CSR) adalah sebuah proses bisnis dimana institusi dan individual sangat sensitif dan berhati-hati terhadap akibat langsung maupun tidak langsung dari aktivitas internal dan eksternal masyarakat, alam dan dunia luar. 
8. Kicullen dan Kooistra:
Corporate social responsibility (CSR) adalah tingkatan pertanggungjawaban moral yang dianggap berasal dari perusahaan diluar kepatuhan terhadap hukum negara. 
9. Fraderick et al:
Corporate social responsibility (CSR) dapat diartikan sebagai prinsip yang menerangkan bahwa perusahaan harus dapat bertanggungjawab terhadap efek yang berasal dari setiap tindakan didalam masyarakat maupun lingkungannya.
Kesimpulan bahwa CSR itu merupakan sebuah tindakan atau konsep sosial yang dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk membantu kehidupan termasuk didalamnya lingkungan, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya CSR perusahaan akan lebih mengedepankan sustainability dari pada profitability perusahaan. Dimana melalui tindakannya itu akan membawa perbaikan pada apa yang dia bantu dan kelak juga akan membawa dampak fositif pada perusahaan berupa image perusahaan yang semakin baik di mata masyarakat.  Secara garis besar CSR lebih banyak memiliki dampak positif dari pada dampak negatif.

B. Sejarah CSR
CSR untuk pertama kali lahir di Amerika. Seiring berjalannya waktu CSR merambah hingga ke Indonesia. Dibawah ini akan dijelaskan alur munculnya atau jalan cerita lahirnya CSR di dunia dan Indonesia.
1. Sejarah CSR dunia
Sejarah CSR dunia terbagi atas beberapa fase. Untuk fase pertama pertanggungjawaban sosial perusahaan kepada masyarakat bermula di Amerika Serikat sekitar tahun 1900 atau lebih dikenal sebagai permulaan abad ke-19. Pada waktu itu Amerika sedang dalam pertumbuhan yang begitu pesat, ditandai dengan banyaknya perusahaan-perusahaan raksasa yang muncul dan hidup berdampingan dengan masyarakat. Pasa saat itu,  banyak perusahaan besar menyalahgunakan kuasa mereka dalam hal diskriminasi harga, menahan buruh dan prilaku lainya yang menyalahi moral kemanusiaan. Dengan katalain, banyak perusahaan yang berbuat semena-mena terhadap masyarakat. Hal itu jelas membuat emosi masyarakat. 
Emosi yang meluap membuat masyarakat melakukan aksi protes. Menanggapi hal itu, pemerintah Amerika Serikatpun melakukan perubahan peraturan perusahaan untuk mengatasi masalah tersebut. Dimana perusahaan harus bertindak adil dan menghargai masyarakat. Gaji buruh harus dikeluarkan dan tidak ada diskriminasi harga kepada masyarakat Amerika. 
 Fase kedua evolusi munculnya CSR tercetus pada tahun 1930-an. Dimana pada waktu ini banyak protes yang muncul dari masyarakat akibat ulah perusahaan yang tidak mempedulikan masyarakat sekitarnya. Segala sesuatu hanya diketahui oleh perusahaan. Ditambah kenyataan bahwa pada saat itu telah terjadi resesi dunia secara besar-besaran yang mengakibatkan pengangguran dan banyak perusahaan yang bangkrut. Pada masa ini dunia berhadapan dengan kekurangan modal untuk input produksinya. Buruh terpaksa berhenti bekerja, pengangguran sangat meluas dan merugikan pekerjannya. Saat itu timbul ketidakpuasan terhadap sikap perusahaan yang tidak bertanggung jawab terhadap pekerjanya karena perusahaan hanya diam dan tidak bisa berbuat apa-apa. Menurut masyarakat pada masa ini perusahaan sama sekali tidak memiliki tanggung jawab moral. Menyadari kemarahan masyarakat muncul beberapa perusahaan yang meminta maaf kepada masyarakat dan memberi beberapa jaminan kepada para karyawannya yang dipecat. 
Sesuatu yang menarik dari kedua fase ini adalah belum dikenalnya istilah CSR. Meskipun upaya perusahaan untuk memperhatikan masyarakat sekitarnya sudah jelas terlihat. Namun usaha itu lebih dikenal sebatas tanggung jawab moral. Sedangkan untuk sejarah awal penggunaan istilah CSR itu dimulai pada  tahun 1970an. Pada saat ini banyak perusahaan yang memberikan bantuan kepada masyarakat baik berupa bantuan bencana alam, tunjangan dll.
Ketenaran istilah CSR semakin menjadi ketika buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998) terbit dipasaran. Buku ini adalah karangan John Elkington. Didalam buku ini ia mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED). dalam Brundtland Report (1987),  Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus yang senagja ia singkat menjadi 3P yaitu singkatan dari profit, planet dan people. 
Di dalam bukunya itu ia menjelaskan bahwa Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit). Melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people). Menurut Elkington, sebuah perusahaan tidak akan pernah menjadi besar jika lingkungan dan masyarakat tidak mendukung. Bisa dibayangkan jika lingkungannya rusak, maka tidak akan terjadi arus komunikasi dan transportasi yang bagus untuk kelancaran usaha perusahaan.

2. Sejarah CSR Indonesia
Di Indonesia, istilah CSR dikenal pada tahun 1980-an. Namun semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Sama seperti sejarah munculnya CSR didunia dimana istilah CSR muncul ketika kegiatan CSR sebenarnya telah terjadi. Di Indonesia, kegiatan CSR ini sebenarnya sudah dilakukan perusahaan bertahun-tahun lamanya. Namun pada saat itu kegiatan CSR Indonesia dikenal dengan nama CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Kegiatan CSA ini dapat dikatakan sama dengan CSR karena konsep dan pola pikir yang digunakan hampir sama. 
Layaknya CSR, CSA ini juga berusaha merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan.misalnya, bantuan bencana alam, pembagian Tunjangan Hari Raya (THR), beasiswa dll.  Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”, yang dibangun pada tahun 2000-an. sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang selalu aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. Dalam hal ini departemen sosial merupakan pelaku awal kegiatan CSR di Indonesia.  
Selang beberapa waktu setelah itu, pemerintah mengimbau kepada pemilik perusahaan untuk memperhatikan lingkungan sekitarnya. Namun, ini hanya sebatas imbauan karena belum ada peraturan yang mengikat. Sejatinya  pemerintah  menegaskan bahwa yang perlu diperhatikan perusahaan bukan hanya sebatas stakeholders atau para pemegang saham. Melainkan stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, lingkungan, media massa dan pemerintah. 
Setelah tahun 2007 tepatnya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang kewajiban Perseroan Terbatas keluar, hampir semua perusahaan Indonesia telah melakukan program CSR, meski lagi-lagi kegiatan itu masih berlangsung pada tahap cari popularitas dan keterikatan peraturan pemerintah. Misalnya, masih banyak perusahaan yang jika memberikan bantuan maka sang penerima bantuan harus menempel poster perusahaan ditempatnya sebagai tanda bahwa ia telah menerima bantuan dari perusahaan tersebut. Jika sebuah perusahaan membantu masyarat secara ikhlas maka penempelan poster-poster itu terasa berlebihan.
C. Contoh Implementasi CSR di Indonesia
Ketika Gempa di Sumatera Barat terjadi beberapa tahun lalu. Banyak perusahaan baik dari dalam dan luar negeri datang dan memberikan bantuan. Bantuan yang mereka berikan berbagai macam bentuknya, ada yang memerikan bantuan berupa minuman, pakaian, dan makanan ringan. Mereka yang memberi tidak terhitung jumlahnya. Namun, dari semua pemberi bantuan itu, ada sebuah perusahaan yang mencolok. Perusahaan itu adalah TV ONE. Dikatakan mencolok karena proses pemberian bantuan TV ONE ini diluput media secara besar-besaran. Ditempat terjadinya pemberian bantuan itu diadakan pesta besar-besaran dan menjadi pusat perhatian.
Bantuan TV ONE diberikan pada beberapa SD disekitaran pantai Pariaman. Bantuan yang diberikan itu berupa uang untuk renovasi ruang kelas beasiswa kepada siswa yang tidak mampu dan pembangunan sekolah yang runtuh. Meski jumlah biaya yang dikeluarkan tidak jelas namun dari jenis bantuannya yang kasat mata dapat diperkiraan jumlah bantuannya sampai Miliaran rupiah. Bantuan TV ONE untuk rakyat Sumatera Barat itu hingga saat ini masih dapat kita saksikan, berupa SD-SD dengan cat dinding warna merah menyala. Hal itu jelas berbeda dengan SD lain yang biasanya berdinding warna putih merah. Bantuan ini merupakan salah satu contoh penerapan CSR  di Indonesia. 

D. Tahap-Tahap Penerapan CSR
Umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan CSR menggunakan pertahapan sebagai berikut :
1. Tahap Perencanaan
Perencanaan terdiri atas tiga langkah utama yaitu: awareness Building, CSR Assessement, dan CSR manual building.
  • Awareness Building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen. Upaya ini dapat dilakukan antara lain melalui seminar dll.
  • CSR Assessement merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mndapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Langkah selanjutnya adalah membangun CSR manual. Hasil assessment merupakan dasar untuk penyusunan manual atau pedoman implementasi CSR.

2. Tahap Implementasi
Tahap implementasi terdiri atas tiga langkah yaitu, sosialisasi pelaksanaan, dan internalisasi. Sosialisasi diperlukan untuk memperkeanlkan kepada komponen perusahaan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR khususnya mengenai pedoman penerapan CSR. Tujuan utama sosialisasi ini adalah agar program CSR yang akan diimplementasikan mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen perusahaan. Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan pedoman CSR yang ada. Sedangkan internalisasi adalah tahap jangka panjang. Internalisasi ini mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan CSR di dalam seluruh proses bisnis perusahaan misalnya melalui sistem manajemen kinerja dll.
3. Tahap Evaluasi
Setelah program CSR diimplementasikan langkah berikutnya adalah evaluasi program. Tahap evaluasi ini adalah tahap yang perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektifitas penerapan CSR.
4. Pelaporan
Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.*

E. Pandangan Perusahaan Terhadap CSR
Wibisono (2007) menjelaskan bahwa perusahaan memiliki berbagai cara pandang dalam memandang CSR. Berbagai cara pandang perusahaan terhadap CSR yaitu:
1. Sekedar basa-basi atau keterpaksaan. Perusahaan mempraktekan CSR karena external driven (faktor eksternal), environmental driven (karena terjadi masalah lingkungan dan reputation driven (karena ingin mendongkrak citra perusahaan).
2. Sebagai upaya memenuhi kewajiban (compliance). CSR dilakukan karena terdapat regulasi, hukum, dan aturan yang memaksa perusahaan menjalankannya.
3. CSR diimplementasikan karena adanya dorongan yang tulus dari dalam (internal driven). Perusahaan menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan bisnisnya saja, melainkan juga tannggunga jawab sosial dan lingkungan.

 F. Alasan perusahaan menerapkan CSR yaitu:
  1. Golongan pertama, sekedar basa-basi dan keterpaksaan, artinya CSR dipraktekkan lebih karena faktor eksternal (external driven), faktor sosial (social driven), faktor lingkungan (environmental driven) dan faktor reputasi (reputation driven).
  2. Golongan kedua, dilakukan agar sesuai dengan peraturan (compliance). Artinya CSR ini diterapkan karena ada regulasi, undang-undang dan peraturan yang mengaturnya.
  3. Golongan yang ketiga adalah golongan dimana CSR sudah dianggap sebagai budaya kerja perusahaan. Artinya pada golongan ini, perusahaan sudah mempunyai mindset bahwa sejalan dengan maksimalisasi profit, kesejahteraan sosial dan lingkungan harus tetap dikembangkan seiring sejalan. Dalam fase ini CSR sudah tidak lagi dianggap sebagai keterpaksaan akan tetapi merupakan kebutuhan dengan dasar pemikiran bahwa menggantungkan perusahaan pada kesehatan finansial saja tidak akan berlangsung lama jika tidak diimbangi dengan pengembangan sosial dan lingkungan.

Dari ketiga dasar perusahaan melakukan CSR diatas golongan yang paling baik adalah golongan ketiga. Namun, masih sangat disayangkan karena pada kenyataannya masih banyak perusahaan yang bertindak pada golongan pertama dan kedua. Banyak dari perusahaan yang melakukan CSR hanya untuk mendapatkan reputasi dan terikat dengan peraturan pemerintah yang memberi kewajiban kepada Perseroan Terbatas untuk membantu kehidupan masyarakat sekitarnya.

G. Karakteristik CSR
Dalam aktualisasi Good Corporate Governance, kontribusi suatu perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat mengalami metamorfosis, dari yang bersifat charity menjadi aktivitas yang lebih menekankan pada penciptaan kemandirian masyarakat, yakni program pemberdayaan (Ambaddar, 2008). Metamorfosis kontribusi perusahaan tersebut diungkapkan oleh Za’im Zaidi (2003) dalam Ambaddar (2008), yaitu dapat dilihat dalam tabel berikut:

H. Implementasi CSR
Implementasi CSR di perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi tersebut diantaranya adalah komitmen pimpinannya, ukuran atau kematangan perusahaan, regulasi atau sistem perpajakan yang diatur pemerintah dan sebagainya (Wibisono, 2007). Merujuk pada Saidi dan Abidin (2004) dalam Suharto (2006), ada empat model atau pola CSR yang umumnya diterapkan oleh perusahaan di Indonesia, yaitu:
1. Keterlibatan langsung. Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara.untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.
2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan-perusahaan dinegara maju. Biasanya perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan.
3. Bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosial/organisasai non-pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.
4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat :hibah pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercaya oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama.

I. Manfaat CSR
CSR mendatangkan berbagai manfaat bagi perusahaan dan masyarakat yang terlibat dalam menjalankannya. Menurut Wibisono (2007) manfaat bagi perusahaan yang berupaya menerapkan CSR, yaitu dapat mempertahankan atau mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan, layak mendapatkan social licence to operate, mereduksi risiko bisnis perusahaan, melebarkan akses sumberdaya, membentangkan akses menuju market, mereduksi biaya, memperbaiki hubungan dengan stakeholders, memperbaiki hubungan dengan regulator, meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan serta berpeluang mendapatkan penghargaan. Sementara menurut Sukada, dkk (2006), manfaat CSR diantaranya bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki CSR yang baik berkesempatan mendapatkan sumberdaya manusia terbaik, produktivitas pekerja di perusahaan bereputasi baik dicatat lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang bereputasi lebih rendah selain juga jauh lebih loyal, mendapatkan kesempatan investasi yang lebih tinggi di masa depan, dan sebagainya. Sedangkan manfaat CSR bagi masyarakat menurut Ambadar (2008), yaitu dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, kelembagaan, tabungan, konsumsi dan investasi dari rumah tangga warga masyarakat.

 J. Peraturan Perundang-Undangan CSR
Di Indonesia program CSR semakin menguat setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU perseroan terbatas No.40 tahun 2007, di mana dalam pasal 74 antara lain diatur bahwa :
  • Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan.atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
  • Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana di maksud ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
  • Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundanguandangan.
  • Ketentuan lebih kanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam pasal 74 ayat 1 disebutkan bahwa perseroan (mengacu pada UU No.40/2007 pasal 1 ayat 1 bahwa perseroan diartikan sebagai perseroan terbatas) yang menjalankan usaha di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan, namun tidak dijelaskan apakah hal tanggung jawab yang sama juga diwajibkan bagi entitas usaha yang tidak berbentuk badan hukum perseroan terbatas. Sehingga, hal ini dapat menimbulkan penafsiran bahwa entitas usaha yang tidak berbentuk perseroan terbatas tidak diwajibkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (mengacu pada UU No. 40/2007) pasal 1 ayat 3 definisi tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masayrakat pada umumnya). Selanjutnya pasal 74 ayat 1 tersebut menimbulkan pertanyaan lain yaitu apakah perseroan terbatas yang tidak menjalankan kegiatan usaha dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam dapat diartikan tidak diwajibkan melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR).

Selain itu, UU PT tidak menyebutkan secara rinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3 dan 4 hanya disebutkan bahwa CSR dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diataur oleh peraturan pemerintah (belum terbit).
Peraturan lain yang menyinggung CSR adalaha UU No.25 tahun 2007 tentang penanaman modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa setiap penanaman modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Meskipun UU ini telah mengatur sanksi-sanksi secara terperinci terhadap badan usaha atau usaha perseorangan yang mengabaikan CSR (pasal 34), UU ini baru mampu menjangkau investor asing dan belum mengatur secara perihal CSR bagi perusahaan nasional.

K. Tujuan CSR 
Dalam bisnis apapun, yang diharapkan adalah keberlanjutan dan kestabilan usaha, karena keberlanjutan akan mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan. Setidaknya terdapat tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha harus merespon CSR agar sejalan dengan jaminan keberlanjutan operasional perusahaan, sebagaimana dikemukakan Wibisono (2007).
Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan mesti menyadari bahwa mereka beroperasi dalam satu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya imbal balik atas penguasaan sumber daya alam atau sumber daya ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan eksploratif, disamping sebagai kompensasi sosial karena timbul ketidaknyamanan (discomfort) pada masyarakat.
Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Wajar bila perusahaan dituntut untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga bisa tercipta harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan performa perusahaan.
Ketiga, kegiatan CSR merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindarkan konflik sosial. Potensi konflik itu bisa berasal akibat dari dampak operasional perusahaan atau akibat kesenjangan struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan.
Pada dasarnya CSR bukanlah entitas departemen atau divisi yang sifatnya parsial, atau hanya berfungsi dalam pendongkrakan citra sebagi bagian dari jurus jitu marketing perusahaan, sehingga nilai perusahaan dimata stakeholders lain khusunya masyarakat menjadi positif.
Pada hakikatnya CSR adalah nilai atau jiwa yang melandasi aktivitas perusahaan secara umum, dikarenakan CSR menjadi pijakan komperhensif dalamaspek ekonomi, sosial, kesejahteraan dan lingkungan. Tidak etis jika nilai CSR hanya diimplementasikan untuk memberdayakan masyarakat setempat, disisi lain kesejahteraan karyawan yang ada di dalamnya tidak terjamin, atau perusahaan tidak disiplin dalam membayar pajak, suburnya praktik korupsi dan kolusi, atau mempekerjakan anak.
Dalam aspek lingkungan misalnya, terdapat perusahaan-perusahaan yang berkontribusi dalam pencemaran terhadap alam, melakukan pemborosan energi, danbermasalah dalam limbah. Bagaimanapun semua aspek dalam perusahaan, baik ekonomi, sosial, kesejahteraan dan lingkungan tidak bisa lepas dari koridor tanggungjawab sosial perusahaan. Oleh karena itu dalam CSR tercakup didalamnya empat landasan pokok yang antara satu dengan yang lainnya saling berkaitan (Tanari, 2009), diantaranya:
Landasan pokok CSR dalam aktivitas ekonomi, meliputi:
1. kinerja keuangan berjalan baik
2. investasi modal berjalan sehat
3. kepatuhan dalam pembayaran pajak
4. tidak terdapat praktik suap/korupsi
5. tidak ada konflik kepentingan
6. tidak dalam keadaan mendukung rezim yang korup
7. menghargai hak atas kemampuan intelektual/paten
8. tidak melakukan sumbangan politis/ lobi
Landasan pokok CSR dalam isu lingkungan hidup, meliputi:
1. tidak melakukan pencemaran
2. tidak berkontribusi dalam perubahan iklim
3. tidak berkontribusi atas limbah
4. tidak melakukan pemborosan air
5. tidak melakukan praktik pemborosan energi
6. tidak melakukan penyerobotan lahan
7. tidak berkontribusi dalam kebisingan
8. menjaga keanekaragaman hayati
Landasan pokok CSR dalam isu sosial, meliputi:
1. menjamin kesehatan karyawan atau masyarakat yang terkena dampak
2. tidak mempekerjakan anak
3. memberikan dampak positif terhadap masyarakat
4. melakukan proteksi konsumen
5. menjunjung keberanekaragaman
6. menjaga privasi
7. melakukan praktik derma sesuai dengan kebutuhan
8. bertanggungjawab dalam proses outsourcing dan off-shoring
9. akses untuk memperoleh barang-barang tertentu dengan harga wajar
Landasan pokok CSR dalam isu kesejahteraan
1. memberikan kompensasi terhadap karyawan
2. memanfaatkan subsidi dan kemudahan yang diberikan pemerintah
3. menjaga kesehatan karyawan
4. menjaga keamanan kondisi tempat kerja
5. menjaga keselamatan dan Kesehatan Kerja
6. menjaga keseimbangan kerja/hidup
Landasan diatas memberikan sebuah gambaran bahwa CSR bukanlah hal yang parsial, melainkan suatu urusan yang komperhensif. Tidak tepat jika perusahaan hanya fokus pada aspek lingkungan hidup, namun abai dalam aspek kesejahteraan karyawan dan ketidakseimbangan antar aspek lainnya. Oleh karena itu poin-poin diatas bisa dijadikan sebagai indikator sejauhmana keseriusan perusahaan dalam menerapkan CSR.
Selain aspek diatas, kesungguhan perusahaan dalam menerapkan CSR bisa juga diukur dengan menggunakan indikator Piramida CSR. Tujuannya adalah untuk mengetahui berada pada tipe apa perusahaan dalam menerapkan CSR, apakah hanya fokus pada tanggungjawab secara ekonomi lalu menegasikan kebutuhan masyarakat lokal, baru pada tataran mematuhi aturan hukum, atau memang sudah berada dalam tingkat tertinggi yaitu tanggungjawab etis, mempraktekkan CSR secara komperhensif.

L. Bentuk Model Corporate Social Responsibility
1. Economic View of CSR
Economic View of CSR memandang tanggung jawab sosial sebuah perusahaan sesuai dengan apa yang menjadi tanggung jawab perusahaan tersebut, misalnya menghasilkan produk dan layanan yang memberikan manfaat kepada masyarakat luas dan juga segala hal yang berhubungan dengan tindakan dari sebuah perusahaan, seperti apakah dalam menghasilkan produknya, sebuah perusahaan telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Tanggung jawab tersebut terdiri dari 3 tingkatan, yakni apakah perusahaan tidak menimbulkan kerusakan, apakah perusahaan telah melakukan segala daya upaya untuk mencegah timbulnya kerusakan dan yang paling terakhir adalah apakah perusahaan selalu konsisten untuk melakukan kebaikan dan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik.
2. Philantropic Model of CSR
Filantropi dapat diartikan sebagai perwujudan dari rasa kasih sayang kepada sesama manusia yang berwujud sumbangan dalam bentuk uang, barang, atau karya lainnya bagi orang yang membutuhkan atau untuk tujuan-tujuan sosial lainnya. Filantropi dan program tanggung jawab perusahaan (CSR) memiliki spirit yang sama, yaitu memberikan empati kepada orang lain atas nama kemanusiaan. Dari sudut pandang ini, perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk bekontribusi pada hal sosial tetapi menjadi hal yang baik jika dilakukan dan sesuatu yang dapat kita dorong.
Dengan model philanthropy dapat membangun pencitraan yang baik bagi perusaahan, pengurangan pajak, membangun hubungan dan reputasi yang baik dengan masyarakat dan komunitas setempat. Seperti banyak perusahaan yang mensponsori kegiatan seni, museum, teater, atau acara sekolahan dengan harapan akan diberikan manfaat publikasi. Walaupun beberapa perusahaan juga masih berkontribusi dengan maksud sosial tanpa manfaat reputasi. Dalam situasi ini dimana terdapat bisnis support pada hal sosial untuk tujuan menerima manfaat bisnis tidak berbeda dengan pandangan ekonomi adalah investasi bukan kontribusi.
3. Social Web Model of CSR
Social Web Model of CSR ini mempunyai pendapat bahwa perusahaan dalam menjalankan bisnis mempunyai hubungan keterkaitan sebagai masyarakat, dimana perusahaan harus menjalankan tugas etika yang bersifat normatif dan memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi.
Perusahaan tidak hanya berkonsentrasi pada pertanggungjawaban terhadap bisinis yang dijalankan dan kewajiban akan tetapi model CSR ini memandang bahwa perusahaan juga mempunyai tanggung jawab terhadap karyawan yakni memberikan hak karyawan walaupun tidak terikat dengan hukum seperti hak karyawan mempunyai keselamatan dan kesehatan kerja, hak karyawan untuk privasi dan proses pekerjaan karyawan. Tambahan tanggung jawab social lainnya seperti memberikan produk yang aman, mempromosikan barang atau jasa yang sifatnya tidak manipulatif atau ada unsur kebohongan.
Salah satu contoh praktek social web model adalah Teori Stakeholder, teori ini menjelaskan bahwa perusahaan bukan hanya sekedar entitas semata yang hanya melakukan kepentingan perusahaan sendiri akan tetapi memberikan nilai-nilai maupun manfaat kepada stakeholdernya seperti : pemegang saham, karyawan, konsumen, supplier, pemerintah dan lain-lain. Maksud dari tujuan stakeholder adalah meningkatkan nilai-nilai perusahaan dari suatu yang telah dilakukan oleh perusahaan.
4. Integrative Model of CSR
Setiap perusahaan membuat kontribusi yang signifikan kepada masyarakat. Pada tingkat yang paling dasar, bisnis menawarkan barang dan jasa yang orang inginkan. Dalam prosesnya, bisnis menyediakan modal, pekerjaan, keterampilan, ide, dan pajak. Tapi banyak perusahaan tidak menekankan kontribusi itu. Secara internal, hanya fokus pada apa yang bisa didapatkan dari masyarakat: input yang lebih murah, harga yang lebih tinggi, dan regulasi yang ramah. Secara eksternal, mereka mempromosikan CSR mengenai kontribusi kecil yang telah disumbangkan, sebagai contoh sembako yang mereka salurkan atau taman yang telah mereka bangun – mengabaikan kontribusi besar yang dibuat oleh bisnis sehari-hari.
Integerative model of CSR memperluas wawasan bahwa perusahaan yang berbasis profit dapat juga memiliki tujuan sosial sebagai pusat dari misi strategis perusahaan. Dalam dua bidang khususnya, social entrepeneruship dan sustainability, Perusahaan mengintegrasikan antara profit dan tanggungjawab sosial. Dikarenakan perusahaan ini membawa tujuan sosial sebagai core business model, terintegrasi sepenuhnya antara tujuan ekonomi dan sosial, maka perusahaan ini dapat disebut dengan integerative model of CSR.
Dalam pandangan ini berpendapat bahwa bisnis bergantung oleh society untuk keberlangsungan dan pertumbuhan bahkan eksistensi perusahaan tersebut sendirinya. Tuntutan sosial dianggap sebagai cara di mana masyarakat berinteraksi dengan bisnis dan memberikan legitimasi dan prestise tertentu. Manajemen perusahaan harus mempertimbangkan tuntutan sosial, dan mengintegrasikan mereka sedemikian rupa bahwa bisnis beroperasi sesuai dengan nilai sosial.

SUMBER :
https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2016/02/16/4-bentuk-model-corporate-social-responsibility/ (diakses 23/12/2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar