Selasa, 02 Juli 2019

Rangkuman Materi : Aspek Hukum Dalam Ekonomi



A.      PERANAN HUKUM DALAM EKONOMI
NORMA
Norma adalah kaidah, pedoman, acuan, dan ketentuan berperilaku dan berinteraksi antar manusia di dalam suatu kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan bersama-sama.
Secara etimologi, kata norma berasal dari bahasa Belanda, yaitu “Norm” yang artinya patokan, pokok kaidah, atau pedoman. Namun beberapa orang mengatakan bahwa istilah norma berasal dari bahasa latin, “Mos” yang artinya kebiasaan, tata kelakuan, atau adat istiadat.

Macam – Macam Norma Dalam Masyarakat
Menurut pendapat C.J.T. Kansil, norma dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam, yaitu :
1.       Norma Agama merupakan pedoman hidup manusia yang sumbernya dipercaya dari Tuhan yang Maha Esa. Norma ini bersifat dogmatis, tidak boleh dikurangi dan tidak boleh ditambah.
2.       Norma Kesusilaan merupakan aturan atau pedoman hidup yang dianggap sebagai suara sanubari manusia yang berhubungan dengan baik-buruknya suatu perbuatan. Norma kesusilaan berasal dari moral dan hati nurani manusia.
3.       Norma Kesopanan merupakan peraturan yang muncul dari hubungan antar manusia dalam kelompok masyarakat dan dianggap penting dalam pergaulan masyarakat. Bentuk sanksi norma ini umumnya adalah celaan atau ejekan dari orang lain, dikucilkan dari masyarakat.
4.       Norma Hukum merupakan peraturan yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu yang memiliki wewenang untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
5.       Norma Kebiasaan merupakan aturan sosial yang terbentuk secara sadar atau tidak sadar dimana terdapat petunjuk perilaku secara terus menerus yang akhirnya menjadi kebiasaan. Sanksi yang diberikan kepada pelanggar norma kebiasaan ini biasanya berupa kritikan, cemoohan, bahkan dikucilkan dari masyarakat.

HUKUM
Ada beberapa pengertian tentang hukum menurut beberapa ahli, yaitu :
1.       Prof. Dr. Van Kan
Hukum adalah keseluruhan peraturan yang bersifat Memaksa untuk melindungi kehidupan manusia didalam masyarakat.
2.       W. Levensbergen
Hukum merupakan pengatur, khususnya untuk pengaturan perbuatan manusia dimasyarakat, kemudian hukum merupakan agendi kemudian menjadi perbuatan
3.       Leon Duguit
Hukum adalah aturan tingkah laku masyarakat, digunakan pada saat tertentu sebagai jaminan dari kepentingan bersama yang jika dilanggar menimbulkan rekasi Bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
4.       Utrech
Hukum adalah himpunan petunjuk hidup, perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa itu.
5.       Aritoteles
Hukum merupakan kumpulan beraturan yang tidak hanya mengikat tapi juga hakim untuk masyarakat, dimana undang-undang akan mengawasi hakim dalam menjalankan tugasnya untuk menghukum para pelanggar hukum.
Aristoteles menulis buku “Rhetorica”, membedakan keadilan menjadi:
1.       Keadilan Komutatif: Keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyak dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan.
2.       Keadilan Distributif: Keadilan yang memberikan jatah menurut jasanya (pembagian menurut haknya masing-masing). Tiap orang tidak mendapat bagian yang sama karena keadilan disini bukan persamaan melainkan kesebandingan.
“Keadilan berasal dari Tuhan, tetapi manusia diberi kecapakan atau kemampuan untuk merasakan keadaan yang adil.” (Prof. Subekti, SH)

Tujuan, Ciri – Ciri dan Unsur – Unsur Hukum
Tujuan hukum menurut Prof. Dr. L.J van Apeldoorn untuk mengatur pergaulan hidup manusia secara damai
Adapun Ciri – Ciri Hukum meliputi :
1.       Adanya perintah atau larangan.
2.       Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi.
Hukum meliputi beberapa unsur-unsur, yakni :
·         Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
  • Peraturan itu bersikap mengikat dan memaksa,
  • Peraturan itu diadakan oleh badan—badan resmi, dan
  • Pelanggaran atas peraturan tersebut dikenakan sanksi yang tegas.

PERBIDANGAN HUKUM
Pembidangan Hukum adalah Klasifikasi Hukum, Lapangan Hukum, Penggolongan Hukum. Sedangkan Hukum itu sendiri menurut bahasa adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat yang dikukuhkan oleh pemerintah/penguasa untuk mengatur kehidupan dimasyarakat.
Jadi, Pembidangan Hukum adalah pengelompokan/pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undan-undang secara sistematis dan lengkap.
Fungsi dari Pembidangan Hukum :
1.       Untuk menyelesaikan pertikaian.
2.       Memberikan jaminan dan kepastian hukum.
3.       Menata kehidupan masyarakat agar tertib dalam pergaulan hidup.
4.       Memelihara dan mempertahankan aturan tata tertib dalam masyarakat
5.       Menciptakan rasa tanggung jawab terhadap perbuatan anggota masyarakat dan penguasa.

Pembidangan Hukum Menurut Bentuk :
1.       HUKUM TERTULIS (Statute Law = Written Law)
Hukum tertulis adalah hukum yang dibuat oleh badan resmi atau oleh penguasa/pemerintah dan melalui prosedur yang jelas. Hukum ini biasanya menjadi padanan bagi hukum perundang-undangan.
2.       HUKUM TIDAK TERTULIS (Unstatute Law = Unwritten Law)
Hukum tidak tertulis merupakan hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti peraturan perundang-undangan (hukum kebiasaan).
Pembidangan Hukum Menurut Sifat :
1.       HUKUM YANG MEMAKSA
Hukum yang memaksa merupakan ketentuan atau ketetapan hukum yang mengandung sanksi yang tegas, apabila ketentuan hukum tersebut dilanggar, maka setiap orang akan dipaksa untuk taat terhadap ketentuan hukum tersebut. Contoh    :    Hukum Pidana
2.       HUKUM YANG MENGATUR
Hukum yang dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat suatu peraturan tersendiri dalam perjanjian. Contoh    :    Hukum Perdata Kasus Perceraian (KDRT) Hukum Perdata Pencemaran Nama Baik
Pembidangan Hukum Menurut Isi :
1.       HUKUM PRIVAT (Hukum Sipil)
Hukum yang mengatur kepentingan dan hak-hak orang-perorangan. Perdata maksudnya adalah hubungan antar individu dengan individu lain yang sifatnya pribadi/khusus. Oleh sebab itu Hukum Perdata sering disebut juga sebagai Hukum Privat/Sipil. Jika hukum tersebut dilanggar maka pihak yang terkait atau pihak yang dirugikan yang berhak mengajukan gugatan. Contoh   : jual beli rumah.
2.       HUKUM PUBLIK (Hukum Negara)
Hukum Publik adalah hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antara warga Negara dengan Negara yang menyangkut kepentingan umum.  Contoh:  Pemilu dan Politik
Berikut ini adalah yang termasuk Hukum Publik :
-          Hukum Tata Negara.
-          Hukum Administrasi Negara.
-          Hukum Pidana.
-          Hukum Internasional Publik.
Pembidangan Hukum Menurut Cara Mempertahankannya :
1.       HUKUM MATERIAL
Hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah-perintah dan larangan-larangan. Contoh :    Hukum Pidana Materiil  dan Hukum Perdata Materiil
2.       HUKUM FORMAL (Hukum Proses atau Hukum Acara)
Hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan Hukum Material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan suatu perkara ke muka Pengadilan dan bagaimana cara-caranya hakim memberi putusan.

PENGERTIAN EKONOMI DAN HUKUM EKONOMI
Menurut M. Manulang Ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya mencapai kemakmuran (kenakmuran keadaan dimanamanusia dapat memenuhi kebutuhannya baik barang—barang maupun jasa.
Hukum Ekonomi lahir karena semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan Ekonomi. Sunaryati Hahrtono mengataka bahwa Hukum Ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial, sehingga hukum ekonomi tersebut memiliki dua aspek, sebagai berikut :
1.       Aspek pengaturan usaha—usaha pembanguna ekonomi, dala arti peningkatan ekhidupan ekonomi secara keseluruhan.
2.       Aspek pengaturan usaha—usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata diantara seluruh lapisan masyarakat.

Hukum Ekonomi Indonesia dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1.       Hukum Ekonomi pembangunan : hukum yang meliputi pengaturan dan pemikkiran hukum mengenai cara—cara peningkatandan pengwnmbangan kehidupan Indonesia.
2.       Hukum ekonomi social : hukum yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai pembagian hasil pembangunan secara adil dan merata.

Sementara itu hukum ekonomi menganut asas, sebagai berikut :
1.       Asas keimanan dan ketaqwaan kepada tuha YME,
2.       Asas manfaat,
3.       Asas demokrasi pancasila
4.       Asas adil dan merata,
5.       Asas keseimbangan , keserasian, keselarasan, dalam perikehidupan,
6.       Asas hukum,
7.       Asas kemadirian,
8.       Asas keuangan,
9.       Asas ilmu pengetahuan,
10.   Asas kebersamaan, kekeluargaan, keseimbangan, dan keseimbangan dalam kemakmuran rakyat,
11.   Asas pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
12.   Asas kemandirian yang berwawasan kewarganegaraan

B.      SUBJEK DAN OBJEK HUKUM
Subjek Hukum
Subjek Hukum adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu berdasar dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi).
1.       Manusia Biasa (Natururlijke Persoon)
-          Dalam pasal 1 KUH perdata menyatakn bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak bergantung pada hak—hak kenegaraan.
-          Pasal 2 KUH menegaska bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah dilahirkan bila kepentingan si anak menghendakinya, dengan memenuhi beberapa persyaratan.
2.       Badan Hukum (Rechts Persoon)
Badan hukum yakni orang yang diciptakan oleh hukum . Oleh karena itu badan hukum segai subjek hukum dapat bertindak hukum seperti manusia. Badan hukum dibedakan dalam dua kelompok, yakni :
-          Badan hukum publik, merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
-          Badan hukum privat, merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau hukum perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum itu.

Objek Hukum
Objek hukum berdasarkan Pasal 499 KUH perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguan bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyekm hukum. Benda dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
a)      Benda yang bersifat kebendaan, merupakan benda yang dapat dilihat, diraba, dan dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda bergerak dan benda tidak bergerak yang semuanya telah diatur dalam hukum perdata.
b)      Benda yang bersifat tidak kebendaan, merupakan benda yang hanya dirasakan oleh panca indera saja(tidak dapat dilihat) kemudian direalisasikan menjadi suatu kenyataan , misalnya merk perusahaan.

Hukum Benda
Hukum benda merupakan bagian dari hukum kekayaan merupakan peratura—peraturan yang mengatur hak dan kewajiban manusia yang bernilai uang. Jadi hak kebendaan merupakan suatu kekuasaan mutlak yang diberikan kepada subjek hukum untuk menguasai suatu benda.
-          Hak Mutlak
-          Hak Nisbi (Hak Relatif)
-          Hak Lebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)

C.      HUKUM PERIKATAN
Hukum perikatan dalam buku III Kitab Undang—Undang Hukum Perdata menganut sistem terbuka, yakni setiap orang dapat mengadakan perjanjian mengenai apapun sesuai dengan kehendaknya, artinya dapat menyimpang dari yang sudah ditetapkan. Perikatan adalah hubungan yang terjadi antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berharap prestasi sedangkan pihak lainnya akan memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya.
Dasar—dasar hukum perikatan dalam KUH Perdata terdapat tiga sumber, yaitu .
1.       Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
2.       Perikatan yang timbul dari Undang—undang.
3.       Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi karena ada perbuatan pelanggaran hukum.

Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam buku III KUH Perdata, yakni :
1.       Asas Kebebasan Berkontrak, bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang—undang bagi mereka yang membuatnya.
2.       Asas Konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat anatara para pihak mengenai hal—hal pokok dan tidak memerlukan suatu formalitas. Dengan demikian jika dilihat dari syarat—syarat sahnya suatu perjanjian maka dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian inti dan bagian bukan inti.

Macam-macam Perikatan Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata
1.       Menurut isi dari pada prestasinya :
·         Perikatan positif dan perikatan negative
·         Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan
·         Perikatan alternative
·         Perikatan fakultatif
·         Perikatan generik dan spesifik
·         Perikatan yang dapat dibagi dan yang tak dapat dibagi
2.       Menurut subyeknya :
·         Perikatan tanggung-menanggung (tanggung renteng)
·         Perikatan pokok dan tambahan
3.       Menurut mulai berlakunya dan berakhirnya
·         Perikatan bersyarat
·         Perikatan dengan ketetapan waktu

Dalam KUHpdt (BW) tidak diatur secara khusus apa yang dimaksud berakhirnya perikatan, tetapi yang diatur dalam Bab IV buku III BW hanya hapusnya perikatan. Pasal 1381 secara tegas menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu :
1.       Pembayaran.
2.       Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).
3.       Pembaharuan utang (novasi).
4.       Perjumpaan utang atau kompensasi.
5.       Percampuran utang (konfusio).
6.       Pembebasan utang.
7.       Musnahnya barang terutang.
8.       Batal/ pembatalan.
9.       Berlakunya suatu syarat batal.
10.   Dan lewatnya waktu (daluarsa).

SUBJEK DAN OBJEK HUKUM PERIKATAN
Objek Hukum Perikatan
Objek hukum Perikatan yaitu yang merupakan hak dari kreditur dan kewajiban dari debitur. Yang menjadi objek perikatan ialah prestasi, yaitu hal-hal pemenuhan perikatan.

Macam-macam dari prestasi antara lain :
1.       Memberikan sesuatu, yaitu menyerahkan kekuasaan nyata atas benda dari debitur kepada kreditu, seperti membayar harga dan lainnya;
2.       Melakukan perbuatan, yaitu melakukan perbuatan seperti yang telah ditetapkan di dalam perikatan (perjanjian), contohnya memperbaiki barang yang rusak dan lainnya
3.       Tidak melakukan suatu perbuatan, yaitu tidak melakukan perbuatan seperti yang telah diperjanjikan, contohnya tidak mendirikan bangunan dan lainnya.

Subjek Hukum Perikatan
Subjek hukum perikatan yaitu para pihak pada suatu perikatan yang di mana kreditur yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas prestasi. Pada debitur terdapat 2 (dua) unsur, antara lain schuld yaitu utang debitur kepada kreditur dan haftung yaitu harta kekayaan debitur yang dipertanggungjawabkan bagi pelunasan utang.
Jika seorang debitur tidak memenuhi atau tidak menepati perikatan disebut cidera janji (wanprestasi). Sebelum dinyatakan cedera janji terlebih dahulu harus dilakukan somasi (ingebrekestelling) yaitu suatu peringatan kepada debitur agar memenuhi kewajibannya.

1.       Wanprestasi
Pengertian Wanprestasi adalah tidak dipenuhinya atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan di dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.
Menurut Satrio (1999), terdapat Bentuk dan Syarat Wanprestasi yaitu :
a.       Tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
b.      Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. 
c.       Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.

Akibat—Akibat Wanprestasi :
a)      Membayar ganti rugi yang diderita oleh kreditur
b)      Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian.
c)       Peralihan risiko.

2.       Somasi (Ingebrekestilling)
Pengertian Somasi adalah teguran dari si kreditur kepada debitur agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara ke duanya. Ketentuan mengenai somasi diatur ketentuannya di dalam Pasal 1238 dan Pasal 1243 KUH Perdata.

Ada 3 (tiga) cara terjadinya somasi, antara lain :
a)      Debitur melaksanakan prestasi yang keliru.
b)      Debitur tidak memenuhi prestasi pada hari yang telah dijanjikan.
c)       Prestasi yang dilaksanakan oleh debitur tidak lagi berguna bagi kreditur karena kadaluwarsa.

Isi yang harus dimuat di dalam surat somasi, yaitu :
a)      Apa yang dituntu;
b)      Apa dasar tuntutan;
c)       Tanggal paling lambat untuk memenuhi prestasi.

Peristiwa-peristiwa yang tidak memerlukan somasi, antara lain :
a)      Debitur menolak pemenuhan;
b)      Debitur mengakui kelalaian;
c)       Pemenuhan prestasi tidak mungkin dilakukan;
d)      Pemenuhan tidak berarti lagi (zinloos); dan
e)      Debitur melakukan prestasi tidak sebagaimana mestinya.

D.      HUKUM PERJANJIAN
Dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu  orang lain atau lebih. Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing - masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.

Syarat Sahnya Perjanjian
Berdasar ketentuan hukum yang berlaku pasal 1320 Kitab Undang - Undang Hukum
Perdata, suatu perjanjian dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 syarat komulatif yang
terdapat dalam pasal tersebut, yaitu :
-          Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
-          Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
-          Suatu hal tertentu.
-          Suatu sebab yang halal.

Unsur-unsur yang harus ada dalam perjanjian adalah :
1.       Pihak-pihak yang melakukan perjanjian, pihak-pihak dimaksud adalah subjek perjanjian;
2.       Consensus antar para pihak;
3.       Objek perjanjian;
4.       Tujuan dilakukannya perjanjian yang bersifat kebendaan atau harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang; dan
5.       Bentuk perjanjian yang dapat berupa lisan maupun tulisan.
Para ahli (Sudikno Martokusumo, Mariam Darus, Satrio) bersepakat bahwa unsur-unsur perjanjian itu terdiri dari :
1.       Unsur Esensialia,
2.       Unsur Naturalia,
3.       Unsur Aksidentalia.

Macam – Macam Perjanjian dalam Hukum Perikatan :
1.       Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak
Perjanjian Timbal Balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Contohnnya: Perjanjian jual beli (koop en verkoop), Perjanjian tukar menukar (Ruil, KUH Perdata Pasal 1541 dan seterusnya), Perjanjian sewa menyewa (huur en verhuur, KUH Perdata Pasal 1548 dan seterusnya)
Perjanjian Sepihak adalah suatu perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya. Contohnya : perjanjian hibah, hadiah dan lain sebagainya.
2.       Perjanjian Cuma-cuma dan Perjanjian Atas Beban
Perjanjian Percuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan sesuatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Contohnya : perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah.
Perjanjian Atas Beban adalah perjanjian yang di mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Contohnya A menyanggupi memberikan kepada C sejumlah uang, jika C menyerahkan suatu barang tertentu kepada si A.
3.       Perjanjian Bernama (benoemd) dan Perjanjian Tidak Bernama (onbenoemde overeenkomst)
Perjanjian Bernama termasuk di dalam perjanjian khusus, yaitu perjanjian yang diatur ketentuannya dan diberi nama oleh pembentuk Undang-Undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Contohnya : jual beli, sewa menyewa dan lainnya. Perjanjian bernama jumlahnya terbatas dan diatur di dalam Bab 5 sampai Bab 18 KUH Perdata.
Perjanjian Tidak Bernama adalah perjanjian yang tidak memiliki nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas dan nama disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti halnya perjanjian kerja sama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan dan lainnya.
4.       Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligator
Perjanjian Kebendaan (zakelijk overeenkomst) adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik di dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligator.
Perjanjian Obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Artinya, sejak terjadi perjanjian timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga, penjual berkewajiban menyerahkan barang.
5.       Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Riil
Perjanjian Konsensual adalah perjanjian yang di mana di antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUH Perdata perjanjian ini sudah memiliki kekuatan mengikat (Pasal 1338 KUH Perdata).
Perjanjian Riil adaah perjanjian di samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya. Contohnya : jual beli barang bergerak (1754 KUH Perdata), perjanjian penitipan (Pasal 1694 KUH Perdata), pinjam pakai (Pasal 1740 KUH Perdata) dan lain-lain. Perbedaan antara perjanjian konsensual dan riil ini merupakan sisa dari hukum Romawi yang untuk perjanjian-perjanjian tertentu tersebut diambil alih oleh Hukum Perdata.

Saat Lahirnya Perjanjian
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
1.       Teori Pernyataan (Uitings Theorie) : Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan.
2.       Teori Pengiriman (Verzending Theori) : Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak.
3.       Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie) : Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
4.       Teori penerimaan (Ontvangtheorie) : Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka

Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang  membuat perjanjian ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena :
1.       Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2.       Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3.       Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4.       Terlibat hokum
5.       Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian

E.       HUKUM KEPAILITAN
Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini adalah pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Sedangkan, PKPU sendiri tidak diberikan definisi oleh UU Kepailitan. Akan tetapi, dari rumusan pengaturan mengenai PKPU dalam UU Kepailitan kita dapat melihat bahwa PKPU adalah sebuah cara yang digunakan oleh debitur maupun kreditur dalam hal debitur atau kreditur menilai debitur tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat lagi melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dengan maksud agar tercapai rencana perdamaian (meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur) antara debitur dan kreditur agar debitur tidak perlu dipailitkan (lihat Pasal 222 UU Kepailitan jo. Pasal 228 ayat [5] UU Kepailitan)
Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan dan PKPU”) yaitu: “Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang.”
Sementara itu, definisi kurator dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 5 UU Kepailitan dan PKPU yaitu Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini.
 Deskripsi tugas seorang kurator dan hakim pengawas dalam kepailitan tersebar dalam pasal-pasal di UU Kepailitan dan PKPU. Namun tugas yang paling fundamental untuk kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Sementara untuk hakim pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit.

Tugas Kurator
1.       Sebagai Kurator Sementara
Kurator sementara ditunjuk dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan debitur melakukan tindakan yang mungkin dapat merugikan hartanya, selama jalannya proses beracara pada pengadilan sebelum debitur dinyatakan pailit. Tugas utama kurator sementara adalah untuk mengawasi pengelolaan usaha debitur; dan pembayaran kepada kreditur, pengalihan atau pengagunan kekayaan debitur yang dalam rangka kepailitan memerlukan kurator.
2.       Sebagai Pengurus
Pengurus ditunjuk dalam hal adanya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“PKPU”). Tugas pengurus hanya sebatas menyelenggarakan pengadministrasian proses PKPU, seperti misalnya melakukan pengumuman, mengundang rapat-rapat kreditur, ditambah dengan pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan usaha yang dilakukan oleh debitur dengan tujuan agar debitur tidak melakukan hal-hal yang mungkin dapat merugikan hartanya.

Peraturan Perundangan Mengenai Kepailitan
Sejarah perundang – undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun yang lalu sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op het Faillissment en Surceance van Betaling voor de European in Indonesia” sebagaimana dimuat dalam Staatblads 1905 No. 217 jo. Staadblads 1906 No. 348 Fallissementverordening. Pada tanggal 20 April 1998, pemerintah telah menetapkan Peraturan Perundangan Pemerintah Pengganti Undang – Undang No. 1 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang – Undang tentang Kepailitan yang kemudian disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang – Undang, yaitu Undang – Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang – Undang tentang Kepailitan tanggal 9 September 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135).

Dasar Hukum (Pengaturan) Kepailitan di Indonesia antara lain :
a.       UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran;
b.      UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
c.       UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
d.      UU No. 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fiducia
e.      Pasal- Pasal yang Terdapat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu Pasal 1131-1134.
f.        Dan beberapa Undang-Undang Lainnya yang mengatur Mengenai BUMN (UU No.19 Tahun 2003), Pasar Modal( UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan (UU No.16 Tahun 2001 ) Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992)

Pihak yang Dapat Mengajukan Pailit :
1.       Atas permohonan debitur sendiri
2.       Atas permintaan seorang atau lebih kreditur
3.       Kejaksaan atas kepentingan umum
4.       Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga bank
5.       Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek.

Syarat Yuridis Pengajuan Pailit :
1.       Adanya hutang
2.       Minimal satu hutang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih
3.       Adanya debitur
4.       Adanya kreditur (lebih dari satu kreditur)
5.       Permohonan pernyataan pailit
6.       Pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga

Penundaan Pembayaran
Permohonan penundaan pembayaran itu harus diajukan oleh debitur kepada pengadilan dan oleh penasihat Hukumnya, disertai dengan :
1.       Daftar-daftar para kreditor beserta besar piutangnya masing-masing;
2.       Daftar harta kekayaan (aktiva/pasiva) dari si debitur.

Berakhirnya Kepailitan
Suatu kepailitan dapat dikatakan berakhir apabila telah terjadi hal-hal sebagai berikut :
1.       Perdamaian
Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor. Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera setelah selesainya pencocokan piutang. Keputusan rencana perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat kreditor oleh lebih dari seperdua jumlah kreditor  konkuren yang hadir dalam rapat dan yang mewakili paling sedikit dua pertiga dari jumlah seluruh piutang konkuren yang diakui atau untuk sementara diakui oleh kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.
Apabila lebih dari seperdua jumlah kreditor yang hadir dalam rapat kreditor dan mewakili paling paling sedikit seperdua dari jumlah piutang kreditor yang mempunyai hak suara menyetujui untuk menerima rencana perdamaian, dalam jangka waktu paling sedikit delapan hari setelah pemungutan suara pertama diadakan, harus diselenggarakan pemungutan suara kedua. Pada pemungutan suara kedua kreditor tidak terikat pada suara yang dikeluarkan pada pemungutan suara pertama.
Dalam setiap rapat kreditor wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Hakim Pengawas dan panitera pengganti.
Berita acara rapat tersebut harus memuat:
-          Isi perdamaian
-          Nama kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan suara dan menghadap
-          Suara yang dikeluarkan
-          Hasil pemungutan suara, dan
-          Segala sesuatu yang terjadi dalam rapat (pasal 154 UU No. 37 Th 2004)
Isi perdamaian yang termuat dalam berita acara perdamaian harus dimohonkan pengesahan kepada pengadilan yang megeluarkan keputusan kepailitan. Pengadilan harus mengeluarkan penetapan pengesahan paling lambat tujuh hari sejak dimulainya sidang pengesahan.
Namun demikian, pengadilan wajib menolak pengesahan apabila:
a)      Harta debitur, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian
b)      Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin, dan
c)       Perdamaian itu terjadi karena penipuan, atau persengkongkolan dengan satu atau lebih kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitur atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai perdamaian. (pasal 159 ayat (2) UU No.37 Th 2004).
Selanjutnya, dalam hal permohonan pengesahan perdamaian ditolak, baik kreditor yang menyetujui rencana perdamaian maupun debitur pailit, dalam jangka waktu delapan hari setelah putusan pengadilan diucapkan dapat mengajukan kasasi. Sebaliknya, dalam hal rencana perdamaian sisahkan atau dikabulkan, dalam jangka waktu delapan hari setelah putusan pengadilan diucapkan dapat diajukan kasasi oleh:
a.            Kreditor yang menolak perdamaian atau yang hadir pada saat pemungutan suara
b.           Kreditor yang menyetujui perdamaian setelah mengetahui bahwa perdamaian tersebut dicapai berdasarkan alasan yang tercantum dalam pasal 159 ayat (2) UU No. 37 Th 2004 diatas

2.       Insolvensi
Insolvensi merupakan fase terakhir kepailitan. Insolvensi adalah suatu kejadian di mana harta kekayaan (boedel) pailit harus dijual lelang di muka umum, yang hasil penjualannya akan dibagikan kepada kreditor sesuai dengan jumlah piutangnya yang disahkan dalam akor.
Dengan adanya insolvensi tersebut, Zainal Asikin menulis bahwa curator/Balai Harta Peninggalan mulai mengambil tindakan yang menyangkut pemberesan harta pailit,yaitu:
a.       Melakukan pelelangan atas seluruh harta pailit dan melakukan penagihan terhadap piutang-piutang si pailit yang mungkin ada di tangan pihak ketiga, di mana penjualan terhadap harta pailit itu dapat saja dilakukan di bawah tangan sepanjang mendapat persetujuan dari Hakim Komisaris
b.      Melanjutkan pengelolaan perusahaan si pailit apabila dipandang menguntungkan, namun pengelolaan itu harus mendapat persetujuan Hakim Komisaris
c.       Membuat daftar pembagian yang berisi: jumlah uang yang diterima dan dikeluarkan selama kepailitan, nama-nama kreditor dan jumlah tagihan yang disahkan, pembayaran yang akan dilakukan terhadap tagihan tersebut
d.      Melakukan pembagian atas seluruh harta pailit yang telah dilelang atau diuangkan itu.
e.      Dengan demikian, apabila insolvensi sudah selesai dan para kreditor sudah menerima piutangnya sesuai dengan yang disetujui, kepailitan itu dinyatakan berakhir. Debitur kemudian akan kembali dala keadaan semula, dan tidak lagi berada di bawah pengawasan curator/Balai Harta Peninggalan.

F.       PERLINDUNGAN KONSUMEN
Perlindungan Konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup (Shidarta, 2000:9).
Perlindungan konsumen diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 (UUPK 8/1999) tentang Perlindungan Konsumen, menyebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Perintis adanya hukum perlindungan konsumen di Indonesia adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang didirikan pada 11 Mei 1973. YLKI bersama dengan BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) membentuk Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada tahun 1990. Rancangan hukum perlindungan konsumen juga didukung oleh Departemen Perdagangan atas desakan lembaga keuangan internasional (IMF/International Monetary Fund) sehingga lahirlah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mulai berlaku sejak tanggal 20 April 2000 (Nasution, 1995:72).

Pelaku usaha yang melanggar ketentuan pengawasan barang beredar dan jasa dikenakan sanksi sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
          Pelanggaran atas Undang – Undang tentang Perlindungan Konsumen Pasal 8; 9; 10; Pasal 13 ayat (1); Pasal 14;16; Pasal 17 ayat (1) a,b,c,d; Pasal 17 ayat (2); dan Pasal 18 dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 2 milyar
          Pelanggaran atas Undang – Undang tentang Perlindungan Konsumen Pasal 11;12; Pasal 13 ayat (1); Pasal 14;16; Pasal 17 ayat (1) huruf d dan f dapat kenakan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- ( lima ratus juta rupiah)

Perbuatan yang melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 8 Ayat 1 :
  1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan
  2. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.
  3. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut yang sebenarnya.
  4. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang atau jasa tersebut.
  5. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan atau jasa tersebut.
  6. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label,etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan atau jasa tersebut.
  7. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan / pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
  8. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label
  9. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat
  10. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat 2
          Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercermar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud
Ayat 3
          Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
Ayat 4
          Pelaku Usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat 2 dilarang memperdagangkan barang dan atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran

Tujuan dan Asas Perlindungan Konsumen 
v  Tujuan perlindungan konsumen diatur dalam dalam Pasal 3 UUPK 8/1999, yaitu sebagai berikut:
  1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. 
  2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian dan/atau jasa. 
  3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. 
  4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
v  Asas perlindungan konsumen diatur dalam Pasal 2 UUPK 8/1999, yaitu sebagai berikut:
1.       Asas Manfaat yaitu Segala upaya yang dilakukan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2.       Asas Keadilan yaitu Konsumen dan produsen/pelaku usaha dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan kewajiban secara seimbang.
3.       Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban para pelaku usaha dan konsumen.
4.       Asas Keamanan dan Keselamatan bertujuan untuk memberikan adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan memperoleh manfaat dari produk yang dikonsumsi/dipakainya.
5.       Asas Kepastian Hukum bertujuan untuk memberikan kepastian hukum agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan menjalankan apa yang menjadi hak dan kewajibannya.

Hak dan Kewajiban Konsumen 
Secara umum terdapat empat hak dasar konsumen yang diakui secara internasional yaitu: Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety), Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed), Hak untuk memilih (the right to choose), Hak untuk didengar (the right to be heard)
(Shidarta, 2000:16).
Hak-hak konsumen diatur dalam pasal 4 UUPK 8/1999, yaitu sebagai berikut:
  1. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa. 
  2. Hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. 
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi jaminan barang dan atau jasa. 
  4. Hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan. 
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. 
  6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. 
  7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 
  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi atau penggantian, apabila barang dan jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. 
  9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan Kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 5 UUPK 8/1999, yaitu sebagai berikut:
  1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa demi keamanan dan keselamatan. 
  2. Bertikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan jasa. 
  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. 
  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha 

Menurut Pasal 1 angka 4 dan 5 UUPK 8/1999, Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Pelaku usaha merupakan salah satu komponen yang turut bertanggung jawab dalam perlindungan konsumen. Maka di dalam berbagai peraturan perundang-undangan dibebankan sejumlah hak dan kewajiban serta hal-hal yang menjadi tanggung jawab pelaku usaha.

Hak pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 UUPK 8/1999, yaitu sebagai berikut:
1.       Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. 
2.       Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik. 
3.       Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

Sedangkan kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7 UUPK 8/1999, yaitu sebagai berikut:
1.       Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2.       Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 
3.       Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. 
4.       Memberikan kompensasi, ganti rugi, apabila barang dan/jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian.

G.     SENGKETA
Sengketa atau dalam bahasa inggris disebut dispute adalah pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.

Jenis – Jenis Sengketa  yaitu
a.       Konflik Interest, terjadi manakala dua orang yang memiliki keinginan yang sama terhadap satu obyek yang dianggap bernilai. Konflik kepentingan timbul jika dua pihak merebutkan satu objek.
b.      Klaim Kebenaran di satu pihak dan menganggap pihak lain bersalah.

Tahap - Tahap Terjadinya Sengketa 
1.       Tahap pra-konflik atau tahap keluhan, yang mengacu kepada keadaan atau kondisi yang oleh seseorang atau suatu kelompok dipersepsikan sebagai hal yang tidak adil dan alasan-alasan atau dasar-dasar dari adanya perasaan itu. Pelanggaran terhadap rasa keadilan itu dapat bersifat nyata atau imajinasi saja.
2.       Tahap Konflik (conflict), ditandai dengan keadaan dimana pihak yang merasa haknya dilanggar memilih jalan konfrontasi, melemparkan tuduhan kepada pihak pelanggar haknya atau memberitahukan kepada pihak lawannya tentang keluhan itu. Pada tahap ini kedua belah pihak sadar mengenai adanya perselisihan pandangan antar mereka. 
3.       Tahap Sengketa (dispute), dapat terjadi karena konflik mengalami eskalasi berhubung karena adanya konflik itu dikemukakan secara umum. Suatu sengketa hanya terjadi bila pihak yang mempunyai keluhan telah meningkatkan perselisihan pendapat dari pendekatan menjadi hal yang memasuki bidang publik. Hal ini dilakukan secara sengaja dan aktif dengan maksud supaya ada sesuatu tindakan mengenai tuntutan yang diinginkan.

Penyebab Terjadinya Sengketa
Menurut Rahmadi (2011:8), terdapat enam teori penyebab terjadinya sengketa di masyarakat, yaitu:
1.        Teori Hubungan masyarakat 
Teori hubungan masyarakat, menitikberatkan adanya ketidakpercayaan dan rivalisasi kelompok dalam masyarakat. Para penganut teori ini memberikan solusi-solusi terhadap konflik-konflik yang timbul dengan cara peningkatan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik, serta pengembangan toleransi agar masyarakat lebih bisa saling menerima keberagaman dalam masyarakat.
2.       Teori Negosiasi prinsip 
Teori negosiasi prinsip menjelaskan bahwa konflik terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan diantara para pihak. Para penganjur teori ini berpendapat bahwa agar sebuah konflik dapat diselesaikan, maka pelaku harus mampu memisahkan perasaan pribadinya dengan masalah-masalah dan mampu melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan dan bukan pada posisi yang sudah tetap.
3.       Teori identitas 
Teori ini menjelaskan bahwa konflik terjadi karena sekelompok orang merasa identitasnya terancam oleh pihak lain. Penganut teori identitas mengusulkan penyelesaian konflik karena identitas yang terancam dilakukan melalui fasilitasi lokakarya dan dialog antara wakil-wakil kelompok yang mengalami konflik dengan tujuan mengidentifikasikan ancaman-ancaman dan kekhawatiran yang mereka rasakan serta membangun empati dan rekonsiliasi. Tujuan akhirnya adalah pencapaian kesepakatan bersama yang mengakui identitas pokok semua pihak.
4.       Teori kesalahpahaman antar budaya 
Teori kesalahpahaman antar budaya menjelaskan bahwa konflik terjadi karena ketidakcocokan dalam berkomunikasi diantara orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda. Untuk itu, diperlukan dialog antara orang-orang yang mengalami konflik guna mengenal dan memahami budaya masyarakat lainnya, mengurangi stereotip yang mereka miliki terhadap pihak lain.
5.       Teori transformasi 
Teori ini menjelaskan bahwa konflik dapat terjadi karena adanya masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan serta kesenjangan yang terwujud dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat baik sosial, ekonomi maupun politik. Penganut teori ini berpendapat bahwa penyelesaian konflik dapat dilakukan melalui beberapa upaya seperti perubahan struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan, peningkatan hubungan, dan sikap jangka panjang para pihak yang mengalami konflik, serta pengembangan proses-proses dan sistem untuk mewujudkan pemberdayaan, keadilan, rekonsiliasi dan pengakuan keberadaan masing-masing.
6.       Teori kebutuhan atau kepentingan manusia 
7.       Pada intinya, teori ini mengungkapkan bahwa konflik dapat terjadi karena kebutuhan atau kepentingan manusia tidak dapat terpenuhi/terhalangi atau merasa dihalangi oleh orang/ pihak lain. Kebutuhan dan kepentingan manusia dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu substantif, prosedural, dan psikologis. Kepentingan substantif (substantive) berkaitan dengan kebutuhan manusia yang yang berhubungan dengan kebendaan seperti uang, sandang, pangan, papan/rumah, dan kekayaan. Kepentingan prosedural (procedural) berkaitan dengan tata dalam pergaulan masyarakat, sedangkan kepentingan psikologis (psychological) berhubungan dengan non-materiil atau bukan kebendaan seperti penghargaan dan empati.

Penyelesaian Sengketa 
1.       Negosiasi (Negotiation)
Negosiasi merupakan proses tawar-menawar dengan berunding secara damai untuk mencapai kesepakatan antarpihak yang berperkara, tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah.
2.       Mediasi
Proses penyelesaian sengketa antarpihak yang bersengketa yang melibatkan pihak ketiga (mediator) sebagai penasihat. Dalam hal mediasi, mediator bertugas untuk melakukan hal-hal sbb:
Bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi
3.       Konsiliasi
Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai suatu penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga (konsiliator). Dalam menyelesaikan perselisihan, konsiliator berhak menyampaikan pendapat secara terbuka tanpa memihak siapa pun. Konsiliator tidak berhak membuat keputusan akhir dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak karena hal tsb diambil sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
4.       Arbitrase
Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan perjanjian arbitrase secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase merupakan kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum atau setelah timbul sengeketa.
Dua jenis arbitrase:
a.       Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter
b.      Arbitarse institusional
Arbitrase ini merupakan lembaga permanen yang tetap berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meski perselisihan yang ditangani telah selesai.
Pemberian pendapat oleh lembaga arbitrase menyebabkan kedua belah pihak terikat padanya. Apabila tindakannya ada yang bertentangan dengan pendapat tersebut maka dianggap melanggar perjanjian, sehingga terhadap pendapat yang mengikat tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum atau perlawanan baik upaya hukum banding atau kasasi.
Sementara itu, pelaksanaan putusan arbitrase nasional dilakukan dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal putusan ditetapkan. Dengan demikian, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada panitera pengadilan negeri dan oleh panitera diberikan catatan yang berupa akta pendaftaran.
Putusan arbitrase bersifat final, dibubuhi pemerintah oleh ketua pengadilan negeri untuk dilaksanakan sesuai ketentuan  pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang keputusannya telah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak, tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Dalam hal pelaksanaan keputusan arbitrase internasional berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sementara itu berdasarkan Pasal 66 UU Nomor 30 Tahun 1999, suatu putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum RI, jika telah memenuhi persyaratan sbb:
a.       Putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan Negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional
b.      Putusan arbitrase internasaional terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan
c.       Putusan arbitrase internasional hanya dapat dilakukan di Indonesia dan keputusannya tidak bertentangan dengan ketertiban umum
d.      Putusan arbitrase internasonal dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekutor dari ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak hari pernyataan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada panitera pengadilan negeri dimana permohonan tsb diajukan kepada ketua pengadilan negeri.
Terhadap putusan pengadilan negeri dapat diajukan permohonan banding ke MA mempertimbangkan serta memutuskan permohonan banding tsb diterima oleh MA.
5.       Peradilan
Pengadilan berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 1986 adalah pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di lingkungan peadilan umum. Sementara itu berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 4 Tahun 2004, penyelenggara kekuasaan kehikaman dilakukan oleh MA dan badan peradilan yang berbeda di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, tata usaha negara, dan oleh sebuah MK.
6.       Peradilan Umum
Peradilan umum adalah salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat yang umumnya mengenai perkara perdata dan pidana. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peadilan umum dilaksanakan oleh:
a.       Pengadilan Negeri
Pengadilan negeri merupakan pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di kodya atau ibukota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kodya dan kabupaten yang dibentuk dengan keputusan presiden. Pengadilan negeri bertugas memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama.
b.      Pengadilan Tinggi
Pengadilan tinggi adalah pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi yang dibentuk dengan undang-undang.
Tugas dan wewenang pengadilan tinggi adalah mengadili perkara pidana dan perdata di tingkat banding, di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan yang mengadili antar pengadilan negeri di daerah hukumnya.
c.       Mahkamah Agung (MA)
MA merupakan pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang berkedudukan di ibukota negara RI dan dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.
MA bertugas dan berwewenang memeriksa dan memutus:
-          Permohonan kasasi
-          Sengketa tentang kewenangan mengadili
-          Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

H.     HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
HaKI adalah hak dan kewenangan untuk berbuat sesuatu atas kekayaan intelektual, yang diatur oleh norma-norma atau hukum-hukum yang berlaku. Norma/Hukum tersebut diberikan oleh Negara (Granted By The State) kepada seseorang dan atau sekelompok orang ataupun badan yang ide dan gagasannya telah dituangkan ke dalam bentuk suatu karya cipta (berwujud). Karya Cipta tersebut merupakan suatu hak individu dan atau kelompok yang perlu dilindungi secara hukum, apabila suatu temuan (inovasi) tersebut didaftarkan sesuai dengan persyaratan yang ada.

Sifat – Sifat Hak Kekayaan Intelektual
1. Mempunyai Jangka Waktu Tertentu atau Terbatas
Apabila telah habis masa perlindungannya ciptaan atau penemuan tersebut akan menjadi milik umum, tetapi ada pula yang setelah habis masa perlindungannya dapat diperpanjang lagi, misalnya hak merek.
2. Bersifat Eksklusif dan Mutlak
HKI yang bersifat eksklusif dan mutlak ini maksudnya hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun. Pemilik hak dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun. Pemilik atau pemegang HaKI mempunyai suatu hak monopoli, yaitu pemilik atau pemegang hak dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya untuk membuat ciptaan atau temuan ataupun menggunakannya

Prinsip Prinsip Hak Kekayaan Intelektual
1.       Prinsip Ekonomi, yakni hak intelektual yang berkaitan dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
2.       Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemilikannya.
3.       Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia.
4.       Prinsip Sosial, yakni hak yang diakui oleh hukum dan telah diberiukan kepada individu merupakan suatu kesatuan, sehingga perlindungan diberikan berdasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.

Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
1.       Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
2.       Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
3.       Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
4.       Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
5.       Undang-undang Nomor 13/1997 tentang Hak Paten
6.       Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
7.       Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
8.       Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
9.       Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty

Ruang Lingkup Kekayaan Intelektual
Secara garis besar kekayaan intelektual dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1.       Hak Cipta (Copyrights) adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Contoh : Buku, Program, Lagu atau music, Drama atau drama musikal, Seni, Arsitektur, dll
Pelanggaran Hak Cipta telah diatur dalam pasal 72 dan pasal 73 undan—undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta, yang dapat dikenakan hukum pidana dan perampasan oleh negara untuk dimusnahkan.
2.       Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights) yang mencakup:
a)      Paten (Patent) adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Jangka Waktu Paten Berdasarkan pasal 8 Undang—undang Nomor 14 tahun 2001 tentang paten, paten diberikan dalam jangka waktu 20 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang.
b)      Desain Industri (Industrial Design) adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
Sanksi Setiap tindak pidana terhadap desain industri merupakan delik aduan yang dikenakan sanksi pidana/ kurungan/ penjara dan denda.
c)       Merek (Trademark) adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa.
Pendaftaran Merek diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak Paten Departemen Kehakiman dan HAM dan setiap permohonan yang telah disetujui akan mendapatkan lisensi yang terdaftar dalam daftar umum merek. Sedangkan jangka waktunya adala selama 10 tahun sejak lisensi diterima.
d)      Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit) adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada Pendesain atau hasil kreasinya, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
Sanksi Setiap tindak pidana terhadap tata letak sirkuit terpadu merupakan delik aduan yang dikenakan sanksi pidana/ kurungan/ penjara dan denda
e)      Rahasia dagang (Trade secret) adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.

Objek Rahasia Dagang yaitu (1) Formula; (2)Metode pengolahan bahan kimia dan makanan; (3) Metode dalam menyelemggarakan usaha; (4) Daftar konsumen; (5) Tingkat kemampuan debitur mengembalikan kredit; (6) Perencanaan; (7) Rencana arsitektur; (8) Tabulasi data; (9) Informasi teknik manufaktur; (10) Rummus—rumus perancangan; (11) Rencana pemasaran; (12) Perangkat lunak computer; (13) Kode—kode akses; (14) Personal identification number (PIN); (15) Data pemasaran, dan; (16) Rencana usaha.
Objek yang dilindungi yaitu (1) Semua informasi yang telah menjadi milik umum (publik) dan; (2) Informasi yang telah dipublikasaikan di muka umum.
f)       Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety Protection) adalah perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
Hak varietas tanaman meliputi : Memproduksi atau memperbanyak benih, Menyiapkan untuk tujuan propagasi, Mengiklankan, Menawarkan, Menjual atau memperdagangkan, Mengekspor, Mengimpor, dan Mencadangkan untuk keperluan dalam butir a sampai dengan g.

Subjek perlindungan varietas tanaman
-          Varietas turunan esensial yang berasal dari suatu varietas yang dilindungi atau varietas yang namanya telah terdaftar.
-          Varietas yang tidak dapat dibedakan secara jelas dari varietas yang dilindungi.
-          Varietas yang diproduksi dengan selalu menggunakan varietas yang dilibdungi.

Perlaihan Hak perlindungan Varietas Tanaman Diatur dalam undang—undang nomor 29 tahun 2000 yaitu (1) Pewarisan; (2) Hibah; (3) Wasiat; (4) Perjanjian dalam bentuk akta notaris; (5) Sebab lain yang dibenarkan undang—undang.

Berakhirnya Hak Perlindungan Varietas tanaman Dalam pasal 56 Undang—undang no 29 Tahun 2000 yaitu (1) Berkahirnya jangka waktu; (2) Pembatalan; (3) Pencabutan.

.

Sumber Tambahan :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar