A. PERANAN HUKUM DALAM
EKONOMI
NORMA
Norma adalah kaidah, pedoman, acuan, dan ketentuan berperilaku dan
berinteraksi antar manusia di dalam suatu kelompok masyarakat dalam menjalani
kehidupan bersama-sama.
Secara etimologi, kata norma berasal dari bahasa Belanda, yaitu
“Norm” yang artinya patokan, pokok kaidah, atau pedoman. Namun beberapa
orang mengatakan bahwa istilah norma berasal dari bahasa latin, “Mos” yang
artinya kebiasaan, tata kelakuan, atau adat istiadat.
Macam – Macam Norma Dalam Masyarakat
Menurut pendapat C.J.T. Kansil, norma dapat dikelompokkan menjadi
beberapa macam, yaitu :
1. Norma Agama merupakan pedoman hidup manusia yang sumbernya
dipercaya dari Tuhan yang Maha Esa. Norma ini bersifat dogmatis, tidak boleh
dikurangi dan tidak boleh ditambah.
2. Norma Kesusilaan merupakan aturan atau pedoman hidup yang dianggap
sebagai suara sanubari manusia yang berhubungan dengan baik-buruknya suatu
perbuatan. Norma kesusilaan berasal dari moral dan hati nurani manusia.
3. Norma Kesopanan merupakan peraturan yang muncul dari hubungan
antar manusia dalam kelompok masyarakat dan dianggap penting dalam pergaulan
masyarakat. Bentuk sanksi norma ini umumnya adalah celaan atau ejekan dari
orang lain, dikucilkan dari masyarakat.
4. Norma Hukum merupakan peraturan yang dibuat oleh lembaga-lembaga
tertentu yang memiliki wewenang untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
5. Norma Kebiasaan merupakan aturan sosial yang terbentuk secara
sadar atau tidak sadar dimana terdapat petunjuk perilaku secara terus menerus
yang akhirnya menjadi kebiasaan. Sanksi yang diberikan kepada pelanggar norma
kebiasaan ini biasanya berupa kritikan, cemoohan, bahkan dikucilkan dari
masyarakat.
HUKUM
Ada beberapa pengertian tentang hukum
menurut beberapa ahli, yaitu :
1. Prof. Dr. Van Kan
Hukum
adalah keseluruhan peraturan yang bersifat Memaksa untuk melindungi kehidupan
manusia didalam masyarakat.
2. W. Levensbergen
Hukum
merupakan pengatur, khususnya untuk pengaturan perbuatan manusia dimasyarakat,
kemudian hukum merupakan agendi kemudian menjadi perbuatan
3. Leon Duguit
Hukum
adalah aturan tingkah laku masyarakat, digunakan pada saat tertentu sebagai
jaminan dari kepentingan bersama yang jika dilanggar menimbulkan rekasi Bersama
terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
4. Utrech
Hukum adalah himpunan
petunjuk hidup, perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu
masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena
itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh
pemerintah/penguasa itu.
5. Aritoteles
Hukum
merupakan kumpulan beraturan yang tidak hanya mengikat tapi juga hakim untuk
masyarakat, dimana undang-undang akan mengawasi hakim dalam menjalankan
tugasnya untuk menghukum para pelanggar hukum.
Aristoteles
menulis buku “Rhetorica”, membedakan keadilan menjadi:
1.
Keadilan Komutatif: Keadilan yang memberikan
pada setiap orang sama banyak dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan.
2.
Keadilan Distributif: Keadilan yang memberikan
jatah menurut jasanya (pembagian menurut haknya masing-masing). Tiap orang
tidak mendapat bagian yang sama karena keadilan disini bukan persamaan melainkan
kesebandingan.
“Keadilan
berasal dari Tuhan, tetapi manusia diberi kecapakan atau kemampuan untuk
merasakan keadaan yang adil.” (Prof. Subekti, SH)
Tujuan,
Ciri – Ciri dan Unsur – Unsur Hukum
Tujuan
hukum menurut Prof. Dr. L.J van Apeldoorn untuk mengatur pergaulan hidup
manusia secara damai
Adapun
Ciri – Ciri Hukum meliputi :
1.
Adanya perintah atau larangan.
2.
Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi.
Hukum meliputi beberapa unsur-unsur,
yakni :
·
Peraturan
mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
- Peraturan itu bersikap mengikat dan memaksa,
- Peraturan itu diadakan oleh badan—badan resmi, dan
- Pelanggaran atas peraturan tersebut dikenakan sanksi yang tegas.
PERBIDANGAN
HUKUM
Pembidangan
Hukum adalah Klasifikasi Hukum, Lapangan Hukum, Penggolongan Hukum. Sedangkan
Hukum itu sendiri menurut bahasa adalah peraturan atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat yang dikukuhkan oleh pemerintah/penguasa untuk mengatur
kehidupan dimasyarakat.
Jadi, Pembidangan Hukum adalah pengelompokan/pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undan-undang secara sistematis dan lengkap.
Jadi, Pembidangan Hukum adalah pengelompokan/pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undan-undang secara sistematis dan lengkap.
Fungsi
dari Pembidangan Hukum :
1.
Untuk menyelesaikan pertikaian.
2.
Memberikan jaminan dan kepastian hukum.
3.
Menata kehidupan masyarakat agar tertib dalam
pergaulan hidup.
4.
Memelihara dan mempertahankan aturan tata
tertib dalam masyarakat
5.
Menciptakan rasa tanggung jawab terhadap
perbuatan anggota masyarakat dan penguasa.
Pembidangan
Hukum Menurut Bentuk :
1.
HUKUM TERTULIS (Statute Law = Written Law)
Hukum tertulis adalah hukum yang
dibuat oleh badan resmi atau oleh penguasa/pemerintah dan melalui prosedur yang
jelas. Hukum ini biasanya menjadi padanan bagi hukum perundang-undangan.
2. HUKUM
TIDAK TERTULIS (Unstatute Law = Unwritten Law)
Hukum tidak tertulis merupakan hukum yang masih hidup dalam
keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti
peraturan perundang-undangan (hukum kebiasaan).
Pembidangan
Hukum Menurut Sifat :
1.
HUKUM YANG MEMAKSA
Hukum yang memaksa merupakan ketentuan atau ketetapan hukum yang
mengandung sanksi yang tegas, apabila ketentuan hukum tersebut dilanggar, maka
setiap orang akan dipaksa untuk taat terhadap ketentuan hukum tersebut.
Contoh : Hukum Pidana
2.
HUKUM YANG MENGATUR
Hukum yang dikesampingkan apabila pihak-pihak
yang bersangkutan telah membuat suatu peraturan tersendiri dalam perjanjian.
Contoh : Hukum Perdata Kasus Perceraian
(KDRT) Hukum Perdata Pencemaran Nama Baik
Pembidangan
Hukum Menurut Isi :
1.
HUKUM PRIVAT (Hukum Sipil)
Hukum yang mengatur kepentingan dan
hak-hak orang-perorangan. Perdata maksudnya adalah hubungan antar individu
dengan individu lain yang sifatnya pribadi/khusus. Oleh sebab itu Hukum Perdata
sering disebut juga sebagai Hukum Privat/Sipil. Jika hukum tersebut dilanggar
maka pihak yang terkait atau pihak yang dirugikan yang berhak mengajukan
gugatan. Contoh : jual beli rumah.
2.
HUKUM PUBLIK (Hukum Negara)
Hukum Publik adalah hukum yang
mengatur tentang hubungan hukum antara warga Negara dengan Negara yang
menyangkut kepentingan umum. Contoh: Pemilu dan Politik
Berikut ini adalah yang termasuk Hukum
Publik :
-
Hukum Tata Negara.
-
Hukum Administrasi Negara.
-
Hukum Pidana.
-
Hukum Internasional Publik.
Pembidangan
Hukum Menurut Cara Mempertahankannya :
1.
HUKUM MATERIAL
Hukum yang memuat peraturan-peraturan
yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud
perintah-perintah dan larangan-larangan. Contoh : Hukum
Pidana Materiil dan Hukum Perdata
Materiil
2.
HUKUM FORMAL (Hukum Proses atau Hukum Acara)
Hukum yang memuat peraturan-peraturan yang
mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan Hukum Material
atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan suatu
perkara ke muka Pengadilan dan bagaimana cara-caranya hakim memberi putusan.
PENGERTIAN
EKONOMI DAN HUKUM EKONOMI
Menurut M. Manulang Ekonomi adalah
suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya mencapai kemakmuran
(kenakmuran keadaan dimanamanusia dapat memenuhi kebutuhannya baik
barang—barang maupun jasa.
Hukum Ekonomi lahir karena semakin
pesatnya pertumbuhan dan perkembangan Ekonomi. Sunaryati Hahrtono mengataka
bahwa Hukum Ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum
ekonomi sosial, sehingga hukum ekonomi tersebut memiliki dua aspek, sebagai
berikut :
1.
Aspek pengaturan usaha—usaha
pembanguna ekonomi, dala arti peningkatan ekhidupan ekonomi secara keseluruhan.
2.
Aspek pengaturan
usaha—usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata diantara seluruh
lapisan masyarakat.
Hukum Ekonomi Indonesia dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu :
1.
Hukum Ekonomi
pembangunan : hukum yang meliputi pengaturan dan pemikkiran hukum mengenai
cara—cara peningkatandan pengwnmbangan kehidupan Indonesia.
2.
Hukum ekonomi
social : hukum yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai pembagian
hasil pembangunan secara adil dan merata.
Sementara itu hukum ekonomi menganut
asas, sebagai berikut :
1.
Asas keimanan dan
ketaqwaan kepada tuha YME,
2.
Asas manfaat,
3.
Asas demokrasi
pancasila
4.
Asas adil dan
merata,
5.
Asas keseimbangan
, keserasian, keselarasan, dalam perikehidupan,
6.
Asas hukum,
7.
Asas kemadirian,
8.
Asas keuangan,
9.
Asas ilmu
pengetahuan,
10.
Asas kebersamaan,
kekeluargaan, keseimbangan, dan keseimbangan dalam kemakmuran rakyat,
11.
Asas pembangunan
ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
12.
Asas kemandirian
yang berwawasan kewarganegaraan
B. SUBJEK DAN OBJEK
HUKUM
Subjek
Hukum
Subjek
Hukum adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan
sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah
barang tentu berdasar dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan
badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi).
1.
Manusia Biasa
(Natururlijke Persoon)
-
Dalam pasal 1 KUH
perdata menyatakn bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak bergantung pada
hak—hak kenegaraan.
-
Pasal 2 KUH
menegaska bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah
dilahirkan bila kepentingan si anak menghendakinya, dengan memenuhi beberapa
persyaratan.
2.
Badan Hukum
(Rechts Persoon)
Badan hukum yakni
orang yang diciptakan oleh hukum . Oleh karena itu badan hukum segai subjek
hukum dapat bertindak hukum seperti manusia. Badan hukum dibedakan dalam dua
kelompok, yakni :
-
Badan hukum
publik, merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau yang
menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
-
Badan hukum
privat, merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau hukum
perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum itu.
Objek
Hukum
Objek hukum berdasarkan Pasal 499 KUH
perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguan bagi subyek
hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi
para subyekm hukum. Benda dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
a)
Benda yang
bersifat kebendaan, merupakan benda yang dapat dilihat, diraba, dan dirasakan
dengan panca indera, terdiri dari benda bergerak dan benda tidak bergerak yang
semuanya telah diatur dalam hukum perdata.
b)
Benda yang
bersifat tidak kebendaan, merupakan benda yang hanya dirasakan oleh panca
indera saja(tidak dapat dilihat) kemudian direalisasikan menjadi suatu
kenyataan , misalnya merk perusahaan.
Hukum Benda
Hukum benda merupakan bagian dari
hukum kekayaan merupakan peratura—peraturan yang mengatur hak dan kewajiban
manusia yang bernilai uang. Jadi hak kebendaan merupakan suatu kekuasaan mutlak
yang diberikan kepada subjek hukum untuk menguasai suatu benda.
-
Hak Mutlak
-
Hak Nisbi (Hak
Relatif)
-
Hak Lebendaan
yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
C. HUKUM PERIKATAN
Hukum perikatan dalam buku III Kitab
Undang—Undang Hukum Perdata menganut sistem terbuka, yakni setiap orang dapat
mengadakan perjanjian mengenai apapun sesuai dengan kehendaknya, artinya dapat
menyimpang dari yang sudah ditetapkan. Perikatan adalah hubungan yang terjadi
antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berharap prestasi
sedangkan pihak lainnya akan memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya.
Dasar—dasar hukum perikatan dalam KUH
Perdata terdapat tiga sumber, yaitu .
1.
Perikatan yang
timbul dari persetujuan (perjanjian)
2.
Perikatan yang
timbul dari Undang—undang.
3.
Perikatan terjadi
bukan perjanjian, tetapi karena ada perbuatan pelanggaran hukum.
Asas-asas dalam hukum perjanjian
diatur dalam buku III KUH Perdata, yakni :
1.
Asas Kebebasan
Berkontrak, bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para
pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang—undang bagi mereka yang
membuatnya.
2.
Asas
Konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat anatara para pihak mengenai hal—hal pokok dan tidak memerlukan suatu
formalitas. Dengan demikian jika dilihat dari syarat—syarat sahnya suatu
perjanjian maka dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian inti dan bagian
bukan inti.
Macam-macam Perikatan Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata
1. Menurut isi dari
pada prestasinya :
·
Perikatan positif
dan perikatan negative
·
Perikatan
sepintas lalu dan berkelanjutan
·
Perikatan
alternative
·
Perikatan
fakultatif
·
Perikatan generik
dan spesifik
·
Perikatan yang
dapat dibagi dan yang tak dapat dibagi
2. Menurut subyeknya :
·
Perikatan
tanggung-menanggung (tanggung renteng)
·
Perikatan pokok
dan tambahan
3. Menurut mulai
berlakunya dan berakhirnya
·
Perikatan
bersyarat
·
Perikatan dengan
ketetapan waktu
Dalam KUHpdt (BW) tidak diatur secara khusus apa yang dimaksud
berakhirnya perikatan, tetapi yang diatur dalam Bab IV buku III BW hanya
hapusnya perikatan. Pasal 1381 secara tegas menyebutkan sepuluh cara hapusnya
perikatan, yaitu :
1. Pembayaran.
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
(konsignasi).
3. Pembaharuan utang (novasi).
4. Perjumpaan utang atau kompensasi.
5. Percampuran utang (konfusio).
6. Pembebasan utang.
7. Musnahnya barang terutang.
8. Batal/ pembatalan.
9. Berlakunya suatu syarat batal.
10. Dan lewatnya waktu (daluarsa).
SUBJEK
DAN OBJEK HUKUM PERIKATAN
Objek Hukum Perikatan
Objek hukum Perikatan yaitu yang
merupakan hak dari kreditur dan kewajiban dari debitur. Yang menjadi objek
perikatan ialah prestasi, yaitu hal-hal pemenuhan perikatan.
Macam-macam dari prestasi antara lain
:
1.
Memberikan
sesuatu, yaitu menyerahkan kekuasaan nyata atas benda dari debitur kepada
kreditu, seperti membayar harga dan lainnya;
2.
Melakukan
perbuatan, yaitu melakukan perbuatan seperti yang telah ditetapkan di dalam
perikatan (perjanjian), contohnya memperbaiki barang yang rusak dan lainnya
3.
Tidak melakukan
suatu perbuatan, yaitu tidak melakukan perbuatan seperti yang telah
diperjanjikan, contohnya tidak mendirikan bangunan dan lainnya.
Subjek Hukum Perikatan
Subjek hukum perikatan yaitu para
pihak pada suatu perikatan yang di mana kreditur yang berhak dan debitur yang
berkewajiban atas prestasi. Pada debitur terdapat 2 (dua) unsur, antara lain schuld
yaitu utang debitur kepada kreditur dan haftung yaitu harta kekayaan debitur
yang dipertanggungjawabkan bagi pelunasan utang.
Jika seorang debitur tidak memenuhi
atau tidak menepati perikatan disebut cidera janji (wanprestasi). Sebelum
dinyatakan cedera janji terlebih dahulu harus dilakukan somasi (ingebrekestelling)
yaitu suatu peringatan kepada debitur agar memenuhi kewajibannya.
1.
Wanprestasi
Pengertian Wanprestasi adalah tidak
dipenuhinya atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan di
dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.
Menurut
Satrio (1999), terdapat Bentuk dan Syarat Wanprestasi yaitu :
a.
Tidak memenuhi prestasi sama sekali.
Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan
debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
b.
Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur
dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
c.
Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau
keliru. Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang
keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak
memenuhi prestasi sama sekali.
Akibat—Akibat Wanprestasi :
a)
Membayar ganti
rugi yang diderita oleh kreditur
b)
Pembatalan
perjanjian atau pemecahan perjanjian.
c)
Peralihan risiko.
2.
Somasi (Ingebrekestilling)
Pengertian Somasi adalah teguran dari
si kreditur kepada debitur agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi
perjanjian yang telah disepakati antara ke duanya. Ketentuan mengenai somasi
diatur ketentuannya di dalam Pasal 1238 dan Pasal 1243 KUH Perdata.
Ada 3 (tiga) cara terjadinya somasi,
antara lain :
a)
Debitur
melaksanakan prestasi yang keliru.
b)
Debitur tidak
memenuhi prestasi pada hari yang telah dijanjikan.
c)
Prestasi yang
dilaksanakan oleh debitur tidak lagi berguna bagi kreditur karena kadaluwarsa.
Isi yang harus dimuat di dalam surat
somasi, yaitu :
a)
Apa yang dituntu;
b)
Apa dasar
tuntutan;
c)
Tanggal paling
lambat untuk memenuhi prestasi.
Peristiwa-peristiwa yang tidak memerlukan
somasi, antara lain :
a)
Debitur menolak
pemenuhan;
b)
Debitur mengakui
kelalaian;
c)
Pemenuhan prestasi
tidak mungkin dilakukan;
d)
Pemenuhan tidak berarti
lagi (zinloos); dan
e)
Debitur melakukan
prestasi tidak sebagaimana mestinya.
D. HUKUM PERJANJIAN
Dalam Pasal 1313 KUHPerdata,
perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan
diri terhadap satu orang lain atau
lebih. Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena
menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal
dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di
kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing - masing. Untuk
itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan
dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.
Syarat Sahnya Perjanjian
Berdasar ketentuan hukum yang berlaku
pasal 1320 Kitab Undang - Undang Hukum
Perdata, suatu perjanjian dinyatakan
sah apabila telah memenuhi 4 syarat komulatif yang
terdapat dalam pasal tersebut, yaitu :
-
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
-
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
-
Suatu hal tertentu.
-
Suatu sebab yang halal.
Unsur-unsur yang harus ada dalam
perjanjian adalah :
1.
Pihak-pihak yang
melakukan perjanjian, pihak-pihak dimaksud adalah subjek perjanjian;
2.
Consensus antar
para pihak;
3.
Objek perjanjian;
4.
Tujuan
dilakukannya perjanjian yang bersifat kebendaan atau harta kekayaan yang dapat
dinilai dengan uang; dan
5.
Bentuk perjanjian
yang dapat berupa lisan maupun tulisan.
Para ahli (Sudikno Martokusumo, Mariam
Darus, Satrio) bersepakat bahwa unsur-unsur perjanjian itu terdiri dari :
1.
Unsur Esensialia,
2.
Unsur Naturalia,
3.
Unsur
Aksidentalia.
Macam – Macam Perjanjian dalam Hukum
Perikatan :
1. Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak
Perjanjian Timbal Balik adalah
perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Contohnnya:
Perjanjian jual beli (koop en verkoop), Perjanjian tukar menukar (Ruil,
KUH Perdata Pasal 1541 dan seterusnya), Perjanjian sewa menyewa (huur en
verhuur, KUH Perdata Pasal 1548 dan seterusnya)
Perjanjian Sepihak adalah suatu
perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak
lainnya. Contohnya : perjanjian hibah, hadiah dan lain sebagainya.
2. Perjanjian Cuma-cuma dan Perjanjian Atas Beban
Perjanjian Percuma adalah suatu
perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan sesuatu keuntungan kepada
pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Contohnya :
perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah.
Perjanjian Atas Beban adalah
perjanjian yang di mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat
kontra prestasi dari pihak lainnya, dan antara kedua prestasi itu ada
hubungannya menurut hukum. Contohnya A menyanggupi memberikan kepada C sejumlah
uang, jika C menyerahkan suatu barang tertentu kepada si A.
3. Perjanjian Bernama (benoemd) dan
Perjanjian Tidak Bernama (onbenoemde overeenkomst)
Perjanjian Bernama termasuk di dalam
perjanjian khusus, yaitu perjanjian yang diatur ketentuannya dan diberi nama
oleh pembentuk Undang-Undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari.
Contohnya : jual beli, sewa menyewa dan lainnya. Perjanjian bernama jumlahnya
terbatas dan diatur di dalam Bab 5 sampai Bab 18 KUH Perdata.
Perjanjian Tidak Bernama adalah
perjanjian yang tidak memiliki nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas dan
nama disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti
halnya perjanjian kerja sama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan dan
lainnya.
4. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligator
Perjanjian Kebendaan (zakelijk
overeenkomst) adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik di dalam
perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian
obligator.
Perjanjian Obligator adalah perjanjian
yang menimbulkan perikatan. Artinya, sejak terjadi perjanjian timbullah hak dan
kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual
berhak atas pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga, penjual berkewajiban
menyerahkan barang.
5. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Riil
Perjanjian Konsensual adalah
perjanjian yang di mana di antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian
kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUH Perdata perjanjian ini sudah
memiliki kekuatan mengikat (Pasal 1338 KUH Perdata).
Perjanjian Riil adaah perjanjian di
samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas
barangnya. Contohnya : jual beli barang bergerak (1754 KUH Perdata), perjanjian
penitipan (Pasal 1694 KUH Perdata), pinjam pakai (Pasal 1740 KUH Perdata) dan
lain-lain. Perbedaan antara perjanjian konsensual dan riil ini merupakan sisa
dari hukum Romawi yang untuk perjanjian-perjanjian tertentu tersebut diambil
alih oleh Hukum Perdata.
Saat Lahirnya Perjanjian
Ada beberapa teori yang bisa digunakan
untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
1.
Teori Pernyataan
(Uitings Theorie) : Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas
suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan.
2.
Teori Pengiriman
(Verzending Theori) : Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah
saat lahirnya kontrak.
3.
Teori Pengetahuan
(Vernemingstheorie) : Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat
jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
4.
Teori penerimaan
(Ontvangtheorie) : Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat
diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan
tidak dibuka
Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu
Perjanjian
Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian
dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hukum.
Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena :
1.
Adanya suatu
pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang
ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2.
Pihak pertama melihat
adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial
tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3.
Terkait resolusi
atau perintah pengadilan
4.
Terlibat hokum
5.
Tidak lagi
memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
E. HUKUM KEPAILITAN
Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang
debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan
pailit oleh pengadilan, dalam hal ini adalah pengadilan niaga, dikarenakan
debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, Harta debitur dapat dibagikan
kepada para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Pasal 1 angka (1)
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor
Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah
pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Sedangkan,
PKPU sendiri tidak diberikan definisi oleh UU Kepailitan. Akan tetapi, dari
rumusan pengaturan mengenai PKPU dalam UU Kepailitan kita dapat melihat bahwa
PKPU adalah sebuah cara yang digunakan oleh debitur maupun kreditur dalam hal
debitur atau kreditur menilai debitur tidak dapat atau diperkirakan tidak akan
dapat lagi melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan
dapat ditagih, dengan maksud agar tercapai rencana perdamaian (meliputi tawaran
pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur) antara debitur dan kreditur
agar debitur tidak perlu dipailitkan (lihat Pasal 222 UU Kepailitan jo. Pasal
228 ayat [5] UU Kepailitan)
Pasal 1 angka 8 Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(“UU Kepailitan dan PKPU”) yaitu: “Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk
oleh Pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban
pembayaran utang.”
Sementara itu, definisi kurator dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 5
UU Kepailitan dan PKPU yaitu Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang
perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta
Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang
ini.
Deskripsi tugas seorang kurator dan hakim pengawas dalam kepailitan
tersebar dalam pasal-pasal di UU Kepailitan dan PKPU. Namun tugas yang paling
fundamental untuk kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta
pailit. Sementara untuk hakim pengawas adalah mengawasi pengurusan dan
pemberesan harta pailit.
Tugas Kurator
1.
Sebagai Kurator Sementara
Kurator sementara ditunjuk dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan
debitur melakukan tindakan yang mungkin dapat merugikan hartanya, selama
jalannya proses beracara pada pengadilan sebelum debitur dinyatakan pailit.
Tugas utama kurator sementara adalah untuk mengawasi pengelolaan usaha debitur;
dan pembayaran kepada kreditur, pengalihan atau pengagunan kekayaan debitur
yang dalam rangka kepailitan memerlukan kurator.
2.
Sebagai Pengurus
Pengurus ditunjuk dalam hal adanya Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (“PKPU”). Tugas pengurus hanya sebatas menyelenggarakan
pengadministrasian proses PKPU, seperti misalnya melakukan pengumuman,
mengundang rapat-rapat kreditur, ditambah dengan pengawasan terhadap kegiatan
pengelolaan usaha yang dilakukan oleh debitur dengan tujuan agar debitur tidak
melakukan hal-hal yang mungkin dapat merugikan hartanya.
Peraturan Perundangan Mengenai Kepailitan
Sejarah
perundang – undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun
yang lalu sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op het Faillissment en
Surceance van Betaling voor de European in Indonesia” sebagaimana dimuat dalam
Staatblads 1905 No. 217 jo. Staadblads 1906 No. 348 Fallissementverordening.
Pada tanggal 20 April 1998, pemerintah telah menetapkan Peraturan Perundangan
Pemerintah Pengganti Undang – Undang No. 1 tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang – Undang tentang Kepailitan yang kemudian disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat menjadi Undang – Undang, yaitu Undang – Undang No. 4 Tahun
1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan
atas Undang – Undang tentang Kepailitan tanggal 9 September 1998 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135).
Dasar Hukum (Pengaturan) Kepailitan di Indonesia
antara lain :
a.
UU No. 37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran;
b.
UU No. 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas
c.
UU No. 4 Tahun 1996
Tentang Hak Tanggungan
d.
UU No. 42 Tahun 1992
Tentang Jaminan Fiducia
e.
Pasal- Pasal yang
Terdapat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu Pasal 1131-1134.
f.
Dan beberapa
Undang-Undang Lainnya yang mengatur Mengenai BUMN (UU No.19 Tahun 2003), Pasar
Modal( UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan (UU No.16 Tahun 2001 ) Koperasi (UU No. 25
Tahun 1992)
Pihak yang Dapat Mengajukan
Pailit :
1.
Atas permohonan
debitur sendiri
2.
Atas permintaan
seorang atau lebih kreditur
3.
Kejaksaan atas
kepentingan umum
4.
Bank Indonesia dalam
hal debitur merupakan lembaga bank
5.
Badan Pengawas Pasar
Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek.
Syarat Yuridis Pengajuan Pailit :
1.
Adanya hutang
2.
Minimal satu hutang
sudah jatuh tempo dan dapat ditagih
3.
Adanya debitur
4.
Adanya kreditur (lebih
dari satu kreditur)
5.
Permohonan pernyataan
pailit
6.
Pernyataan pailit oleh
Pengadilan Niaga
Penundaan Pembayaran
Permohonan penundaan pembayaran itu harus diajukan
oleh debitur kepada pengadilan dan oleh penasihat Hukumnya, disertai dengan :
1.
Daftar-daftar para
kreditor beserta besar piutangnya masing-masing;
2.
Daftar harta kekayaan
(aktiva/pasiva) dari si debitur.
Berakhirnya Kepailitan
Suatu kepailitan dapat dikatakan berakhir apabila
telah terjadi hal-hal sebagai berikut :
1. Perdamaian
Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu
perdamaian kepada semua kreditor. Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan
dan diambil keputusan segera setelah selesainya pencocokan piutang. Keputusan
rencana perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat kreditor oleh lebih
dari seperdua jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan yang
mewakili paling sedikit dua pertiga dari jumlah seluruh piutang konkuren yang
diakui atau untuk sementara diakui oleh kreditor konkuren atau kuasanya yang
hadir dalam rapat tersebut.
Apabila lebih dari seperdua jumlah kreditor yang hadir
dalam rapat kreditor dan mewakili paling paling sedikit seperdua dari jumlah
piutang kreditor yang mempunyai hak suara menyetujui untuk menerima rencana
perdamaian, dalam jangka waktu paling sedikit delapan hari setelah pemungutan
suara pertama diadakan, harus diselenggarakan pemungutan suara kedua. Pada
pemungutan suara kedua kreditor tidak terikat pada suara yang dikeluarkan pada
pemungutan suara pertama.
Dalam setiap rapat kreditor wajib dibuatkan berita
acara yang ditandatangani oleh Hakim Pengawas dan panitera pengganti.
Berita acara rapat tersebut harus memuat:
-
Isi perdamaian
-
Nama kreditor yang
hadir dan berhak mengeluarkan suara dan menghadap
-
Suara yang dikeluarkan
-
Hasil pemungutan
suara, dan
-
Segala sesuatu yang
terjadi dalam rapat (pasal 154 UU No. 37 Th 2004)
Isi perdamaian yang termuat dalam berita acara
perdamaian harus dimohonkan pengesahan kepada pengadilan yang megeluarkan
keputusan kepailitan. Pengadilan harus mengeluarkan penetapan pengesahan paling
lambat tujuh hari sejak dimulainya sidang pengesahan.
Namun demikian, pengadilan wajib menolak pengesahan
apabila:
a)
Harta debitur,
termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu benda, jauh
lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian
b)
Pelaksanaan perdamaian
tidak cukup terjamin, dan
c)
Perdamaian itu terjadi
karena penipuan, atau persengkongkolan dengan satu atau lebih kreditor, atau
karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah
debitur atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai perdamaian. (pasal 159 ayat
(2) UU No.37 Th 2004).
Selanjutnya, dalam hal permohonan pengesahan
perdamaian ditolak, baik kreditor yang menyetujui rencana perdamaian maupun
debitur pailit, dalam jangka waktu delapan hari setelah putusan pengadilan
diucapkan dapat mengajukan kasasi. Sebaliknya, dalam hal rencana perdamaian
sisahkan atau dikabulkan, dalam jangka waktu delapan hari setelah putusan
pengadilan diucapkan dapat diajukan kasasi oleh:
a.
Kreditor yang menolak
perdamaian atau yang hadir pada saat pemungutan suara
b.
Kreditor yang
menyetujui perdamaian setelah mengetahui bahwa perdamaian tersebut dicapai
berdasarkan alasan yang tercantum dalam pasal 159 ayat (2) UU No. 37 Th 2004
diatas
2. Insolvensi
Insolvensi merupakan fase terakhir kepailitan.
Insolvensi adalah suatu kejadian di mana harta kekayaan (boedel) pailit harus
dijual lelang di muka umum, yang hasil penjualannya akan dibagikan kepada
kreditor sesuai dengan jumlah piutangnya yang disahkan dalam akor.
Dengan adanya insolvensi tersebut, Zainal Asikin
menulis bahwa curator/Balai Harta Peninggalan mulai mengambil tindakan yang
menyangkut pemberesan harta pailit,yaitu:
a.
Melakukan pelelangan
atas seluruh harta pailit dan melakukan penagihan terhadap piutang-piutang si
pailit yang mungkin ada di tangan pihak ketiga, di mana penjualan terhadap
harta pailit itu dapat saja dilakukan di bawah tangan sepanjang mendapat
persetujuan dari Hakim Komisaris
b.
Melanjutkan
pengelolaan perusahaan si pailit apabila dipandang menguntungkan, namun
pengelolaan itu harus mendapat persetujuan Hakim Komisaris
c.
Membuat daftar
pembagian yang berisi: jumlah uang yang diterima dan dikeluarkan selama
kepailitan, nama-nama kreditor dan jumlah tagihan yang disahkan, pembayaran
yang akan dilakukan terhadap tagihan tersebut
d.
Melakukan pembagian
atas seluruh harta pailit yang telah dilelang atau diuangkan itu.
e.
Dengan demikian,
apabila insolvensi sudah selesai dan para kreditor sudah menerima piutangnya
sesuai dengan yang disetujui, kepailitan itu dinyatakan berakhir. Debitur
kemudian akan kembali dala keadaan semula, dan tidak lagi berada di bawah
pengawasan curator/Balai Harta Peninggalan.
F. PERLINDUNGAN
KONSUMEN
Perlindungan
Konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan
barang dan/atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup (Shidarta, 2000:9).
Perlindungan
konsumen diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 (UUPK 8/1999) tentang
Perlindungan Konsumen, menyebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen.
Perintis
adanya hukum perlindungan konsumen di Indonesia adalah Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) yang didirikan pada 11 Mei 1973. YLKI bersama dengan BPHN
(Badan Pembinaan Hukum Nasional) membentuk Rancangan Undang-Undang Perlindungan
Konsumen pada tahun 1990. Rancangan hukum perlindungan konsumen juga didukung
oleh Departemen Perdagangan atas desakan lembaga keuangan internasional
(IMF/International Monetary Fund) sehingga lahirlah Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen mulai berlaku sejak tanggal 20 April 2000
(Nasution, 1995:72).
Pelaku
usaha yang melanggar ketentuan pengawasan barang beredar dan jasa dikenakan
sanksi sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
•
Pelanggaran atas Undang – Undang tentang
Perlindungan Konsumen Pasal 8; 9; 10; Pasal 13 ayat (1); Pasal 14;16; Pasal 17
ayat (1) a,b,c,d; Pasal 17 ayat (2); dan Pasal 18 dapat dikenakan pidana
penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 2 milyar
•
Pelanggaran atas Undang – Undang tentang
Perlindungan Konsumen Pasal 11;12; Pasal 13 ayat (1); Pasal 14;16; Pasal 17
ayat (1) huruf d dan f dapat kenakan pidana penjara paling lama 2 tahun atau
pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- ( lima ratus juta rupiah)
Perbuatan yang melanggar Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 8 Ayat 1 :
- Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan
- Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.
- Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut yang sebenarnya.
- Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang atau jasa tersebut.
- Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan atau jasa tersebut.
- Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label,etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan atau jasa tersebut.
- Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan / pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
- Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label
- Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat
- Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat
2
•
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang
yang rusak, cacat atau bekas, dan tercermar tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar atas barang dimaksud
Ayat
3
•
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang
sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan
atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
Ayat
4
•
Pelaku Usaha yang melakukan pelanggaran pada
ayat 1 dan ayat 2 dilarang memperdagangkan barang dan atau jasa tersebut serta
wajib menariknya dari peredaran
Tujuan
dan Asas Perlindungan Konsumen
v
Tujuan perlindungan konsumen diatur dalam
dalam Pasal 3 UUPK 8/1999, yaitu sebagai berikut:
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
- Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian dan/atau jasa.
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
- Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
v
Asas perlindungan konsumen diatur dalam Pasal
2 UUPK 8/1999, yaitu sebagai berikut:
1.
Asas Manfaat yaitu Segala upaya yang
dilakukan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2.
Asas Keadilan yaitu Konsumen dan
produsen/pelaku usaha dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan kewajiban
secara seimbang.
3.
Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara hak dan kewajiban para pelaku usaha dan konsumen.
4.
Asas Keamanan dan Keselamatan bertujuan
untuk memberikan adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan memperoleh manfaat
dari produk yang dikonsumsi/dipakainya.
5.
Asas Kepastian Hukum bertujuan untuk
memberikan kepastian hukum agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan
menjalankan apa yang menjadi hak dan kewajibannya.
Hak
dan Kewajiban Konsumen
Secara
umum terdapat empat hak dasar konsumen yang diakui secara internasional yaitu:
Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety), Hak untuk
mendapatkan informasi (the right to be informed), Hak untuk memilih (the
right to choose), Hak untuk didengar (the right to be heard)
(Shidarta,
2000:16).
Hak-hak konsumen diatur dalam pasal 4
UUPK 8/1999, yaitu sebagai berikut:
- Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa.
- Hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
- Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi jaminan barang dan atau jasa.
- Hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan.
- Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
- Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
- Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi atau penggantian, apabila barang dan jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
- Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan Kewajiban konsumen diatur
dalam Pasal 5 UUPK 8/1999, yaitu sebagai berikut:
- Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
- Bertikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan jasa.
- Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
- Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Menurut
Pasal 1 angka 4 dan 5 UUPK 8/1999, Pelaku Usaha adalah setiap orang
perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi.
Pelaku usaha merupakan salah satu komponen yang turut bertanggung jawab dalam perlindungan konsumen. Maka di dalam berbagai peraturan perundang-undangan dibebankan sejumlah hak dan kewajiban serta hal-hal yang menjadi tanggung jawab pelaku usaha.
Pelaku usaha merupakan salah satu komponen yang turut bertanggung jawab dalam perlindungan konsumen. Maka di dalam berbagai peraturan perundang-undangan dibebankan sejumlah hak dan kewajiban serta hal-hal yang menjadi tanggung jawab pelaku usaha.
Hak
pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 UUPK 8/1999, yaitu sebagai berikut:
1.
Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai
dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
2.
Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari
tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3.
Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya
di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
Sedangkan
kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7 UUPK 8/1999, yaitu sebagai berikut:
1.
Beritikad baik dalam melakukan kegiatan
usahanya.
2.
Memperlakukan atau melayani konsumen secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
3.
Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang
diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku.
4.
Memberikan kompensasi, ganti rugi, apabila
barang dan/jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan
perjanjian.
G. SENGKETA
Sengketa atau dalam bahasa inggris disebut dispute adalah pertentangan
atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang
mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas objek kepemilikan, yang
menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Jenis – Jenis Sengketa yaitu
a.
Konflik Interest, terjadi manakala dua orang
yang memiliki keinginan yang sama terhadap satu obyek yang dianggap bernilai.
Konflik kepentingan timbul jika dua pihak merebutkan satu objek.
b.
Klaim Kebenaran di satu pihak dan menganggap
pihak lain bersalah.
Tahap - Tahap Terjadinya Sengketa
1.
Tahap pra-konflik atau tahap keluhan, yang
mengacu kepada keadaan atau kondisi yang oleh seseorang atau suatu kelompok
dipersepsikan sebagai hal yang tidak adil dan alasan-alasan atau dasar-dasar
dari adanya perasaan itu. Pelanggaran terhadap rasa keadilan itu dapat bersifat
nyata atau imajinasi saja.
2.
Tahap Konflik (conflict), ditandai dengan
keadaan dimana pihak yang merasa haknya dilanggar memilih jalan konfrontasi,
melemparkan tuduhan kepada pihak pelanggar haknya atau memberitahukan kepada
pihak lawannya tentang keluhan itu. Pada tahap ini kedua belah pihak sadar
mengenai adanya perselisihan pandangan antar mereka.
3.
Tahap Sengketa (dispute), dapat terjadi karena
konflik mengalami eskalasi berhubung karena adanya konflik itu dikemukakan
secara umum. Suatu sengketa hanya terjadi bila pihak yang mempunyai keluhan
telah meningkatkan perselisihan pendapat dari pendekatan menjadi hal yang
memasuki bidang publik. Hal ini dilakukan secara sengaja dan aktif dengan
maksud supaya ada sesuatu tindakan mengenai tuntutan yang diinginkan.
Penyebab Terjadinya Sengketa
Menurut Rahmadi (2011:8), terdapat enam teori penyebab terjadinya
sengketa di masyarakat, yaitu:
1.
Teori
Hubungan masyarakat
Teori hubungan masyarakat, menitikberatkan adanya ketidakpercayaan
dan rivalisasi kelompok dalam masyarakat. Para penganut teori ini memberikan
solusi-solusi terhadap konflik-konflik yang timbul dengan cara peningkatan
komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami
konflik, serta pengembangan toleransi agar masyarakat lebih bisa saling
menerima keberagaman dalam masyarakat.
2.
Teori Negosiasi prinsip
Teori negosiasi prinsip menjelaskan bahwa konflik terjadi
karena adanya perbedaan-perbedaan diantara para pihak. Para penganjur teori ini
berpendapat bahwa agar sebuah konflik dapat diselesaikan, maka pelaku harus
mampu memisahkan perasaan pribadinya dengan masalah-masalah dan mampu melakukan
negosiasi berdasarkan kepentingan dan bukan pada posisi yang sudah tetap.
3.
Teori identitas
Teori ini menjelaskan bahwa konflik terjadi karena
sekelompok orang merasa identitasnya terancam oleh pihak lain. Penganut teori
identitas mengusulkan penyelesaian konflik karena identitas yang terancam
dilakukan melalui fasilitasi lokakarya dan dialog antara wakil-wakil kelompok
yang mengalami konflik dengan tujuan mengidentifikasikan ancaman-ancaman dan
kekhawatiran yang mereka rasakan serta membangun empati dan rekonsiliasi.
Tujuan akhirnya adalah pencapaian kesepakatan bersama yang mengakui identitas pokok
semua pihak.
4.
Teori kesalahpahaman antar budaya
Teori kesalahpahaman antar budaya menjelaskan bahwa konflik
terjadi karena ketidakcocokan dalam berkomunikasi diantara orang-orang dari
latar belakang budaya yang berbeda. Untuk itu, diperlukan dialog antara
orang-orang yang mengalami konflik guna mengenal dan memahami budaya masyarakat
lainnya, mengurangi stereotip yang mereka miliki terhadap pihak lain.
5.
Teori transformasi
Teori ini menjelaskan bahwa konflik dapat terjadi karena
adanya masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan serta kesenjangan yang
terwujud dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat baik sosial, ekonomi maupun
politik. Penganut teori ini berpendapat bahwa penyelesaian konflik dapat
dilakukan melalui beberapa upaya seperti perubahan struktur dan kerangka kerja
yang menyebabkan ketidaksetaraan, peningkatan hubungan, dan sikap jangka
panjang para pihak yang mengalami konflik, serta pengembangan proses-proses dan
sistem untuk mewujudkan pemberdayaan, keadilan, rekonsiliasi dan pengakuan
keberadaan masing-masing.
6.
Teori kebutuhan atau kepentingan manusia
7.
Pada intinya, teori ini mengungkapkan bahwa
konflik dapat terjadi karena kebutuhan atau kepentingan manusia tidak dapat
terpenuhi/terhalangi atau merasa dihalangi oleh orang/ pihak lain. Kebutuhan
dan kepentingan manusia dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu substantif,
prosedural, dan psikologis. Kepentingan substantif (substantive) berkaitan
dengan kebutuhan manusia yang yang berhubungan dengan kebendaan seperti uang,
sandang, pangan, papan/rumah, dan kekayaan. Kepentingan prosedural (procedural)
berkaitan dengan tata dalam pergaulan masyarakat, sedangkan kepentingan
psikologis (psychological) berhubungan dengan non-materiil atau bukan kebendaan
seperti penghargaan dan empati.
Penyelesaian
Sengketa
1. Negosiasi (Negotiation)
Negosiasi
merupakan proses tawar-menawar dengan berunding secara damai untuk mencapai
kesepakatan antarpihak yang berperkara, tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai
penengah.
2. Mediasi
Proses
penyelesaian sengketa antarpihak yang bersengketa yang melibatkan pihak ketiga
(mediator) sebagai penasihat. Dalam hal mediasi, mediator bertugas untuk
melakukan hal-hal sbb:
Bertindak
sebagai fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi
3. Konsiliasi
Konsiliasi
adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai suatu
penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga (konsiliator). Dalam menyelesaikan
perselisihan, konsiliator berhak menyampaikan pendapat secara terbuka tanpa
memihak siapa pun. Konsiliator tidak berhak membuat keputusan akhir dalam
sengketa untuk dan atas nama para pihak karena hal tsb diambil sepenuhnya oleh
pihak yang bersengketa.
4. Arbitrase
Berdasarkan
UU Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata
di luar pengadilan umum yang didasarkan perjanjian arbitrase secara tertulis
oleh pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase merupakan kesepakatan berupa
klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat
para pihak sebelum atau setelah timbul sengeketa.
Dua jenis
arbitrase:
a.
Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter
b.
Arbitarse institusional
Arbitrase
ini merupakan lembaga permanen yang tetap berdiri untuk selamanya dan tidak
bubar meski perselisihan yang ditangani telah selesai.
Pemberian
pendapat oleh lembaga arbitrase menyebabkan kedua belah pihak terikat padanya.
Apabila tindakannya ada yang bertentangan dengan pendapat tersebut maka
dianggap melanggar perjanjian, sehingga terhadap pendapat yang mengikat tersebut
tidak dapat diajukan upaya hukum atau perlawanan baik upaya hukum banding atau
kasasi.
Sementara
itu, pelaksanaan putusan arbitrase nasional dilakukan dalam waktu paling lama
30 hari terhitung sejak tanggal putusan ditetapkan. Dengan demikian, lembar
asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh
arbiter atau kuasanya kepada panitera pengadilan negeri dan oleh panitera
diberikan catatan yang berupa akta pendaftaran.
Putusan
arbitrase bersifat final, dibubuhi pemerintah oleh ketua pengadilan negeri
untuk dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara
perdata yang keputusannya telah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat para
pihak, tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Dalam
hal pelaksanaan keputusan arbitrase internasional berdasarkan UU Nomor 30 Tahun
1999, yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan
arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sementara
itu berdasarkan Pasal 66 UU Nomor 30 Tahun 1999, suatu putusan arbitrase
internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum RI, jika
telah memenuhi persyaratan sbb:
a.
Putusan arbitrase internasional dijatuhkan
oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan Negara
Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral
mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional
b.
Putusan arbitrase internasaional terbatas pada
putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup
hukum perdagangan
c.
Putusan arbitrase internasional hanya dapat
dilakukan di Indonesia dan keputusannya tidak bertentangan dengan ketertiban
umum
d.
Putusan arbitrase internasonal dapat
dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekutor dari ketua Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat
Permohonan
pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling
lama 30 hari terhitung sejak hari pernyataan dan pendaftaran putusan arbitrase
kepada panitera pengadilan negeri dimana permohonan tsb diajukan kepada ketua
pengadilan negeri.
Terhadap
putusan pengadilan negeri dapat diajukan permohonan banding ke MA
mempertimbangkan serta memutuskan permohonan banding tsb diterima oleh MA.
5.
Peradilan
Pengadilan
berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 1986 adalah pengadilan negeri dan pengadilan
tinggi di lingkungan peadilan umum. Sementara itu berdasarkan Pasal 2 UU Nomor
4 Tahun 2004, penyelenggara kekuasaan kehikaman dilakukan oleh MA dan badan
peradilan yang berbeda di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama,
militer, tata usaha negara, dan oleh sebuah MK.
6. Peradilan Umum
Peradilan
umum adalah salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat yang umumnya mengenai
perkara perdata dan pidana. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peadilan umum
dilaksanakan oleh:
a.
Pengadilan Negeri
Pengadilan
negeri merupakan pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di kodya atau
ibukota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kodya dan kabupaten yang
dibentuk dengan keputusan presiden. Pengadilan negeri bertugas memeriksa,
memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama.
b.
Pengadilan Tinggi
Pengadilan
tinggi adalah pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibukota provinsi
dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi yang dibentuk dengan
undang-undang.
Tugas
dan wewenang pengadilan tinggi adalah mengadili perkara pidana dan perdata di
tingkat banding, di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan yang
mengadili antar pengadilan negeri di daerah hukumnya.
c.
Mahkamah Agung (MA)
MA
merupakan pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang
berkedudukan di ibukota negara RI dan dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari
pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.
MA
bertugas dan berwewenang memeriksa dan memutus:
-
Permohonan kasasi
-
Sengketa tentang kewenangan mengadili
-
Permohonan peninjauan kembali putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
H. HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL
HaKI adalah hak dan kewenangan untuk
berbuat sesuatu atas kekayaan intelektual, yang diatur oleh norma-norma atau
hukum-hukum yang berlaku. Norma/Hukum tersebut diberikan oleh Negara (Granted By The State) kepada seseorang dan atau sekelompok orang ataupun badan yang
ide dan gagasannya telah dituangkan ke dalam bentuk suatu karya cipta
(berwujud). Karya Cipta tersebut merupakan suatu hak individu dan atau kelompok
yang perlu dilindungi secara hukum, apabila
suatu temuan (inovasi) tersebut didaftarkan sesuai dengan persyaratan yang ada.
Sifat –
Sifat Hak Kekayaan Intelektual
1. Mempunyai Jangka Waktu Tertentu
atau Terbatas
Apabila telah habis masa
perlindungannya ciptaan atau penemuan tersebut akan menjadi milik umum, tetapi
ada pula yang setelah habis masa perlindungannya dapat diperpanjang lagi,
misalnya hak merek.
2. Bersifat Eksklusif dan Mutlak
HKI yang bersifat eksklusif dan mutlak
ini maksudnya hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun. Pemilik hak
dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun. Pemilik atau
pemegang HaKI mempunyai suatu hak monopoli, yaitu pemilik atau pemegang hak
dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya untuk
membuat ciptaan atau temuan ataupun menggunakannya
Prinsip Prinsip Hak Kekayaan
Intelektual
1.
Prinsip Ekonomi,
yakni hak intelektual yang berkaitan dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya
pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memberikan
keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
2.
Prinsip keadilan,
yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan
suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra
yang akan mendapat perlindungan dalam pemilikannya.
3.
Prinsip
kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk
meningkatkan kehidupan manusia.
4.
Prinsip Sosial,
yakni hak yang diakui oleh hukum dan telah diberiukan kepada individu merupakan
suatu kesatuan, sehingga perlindungan diberikan berdasarkan keseimbangan kepentingan
individu dan masyarakat.
Dasar
Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
1. Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
2. Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
3. Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
4. Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
5. Undang-undang Nomor 13/1997 tentang Hak Paten
6. Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang
Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan
Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
7. Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang
Pengesahan Trademark Law Treaty
8. Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang
Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
9. Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang
Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
Ruang
Lingkup Kekayaan Intelektual
Secara
garis besar kekayaan intelektual dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Hak Cipta (Copyrights)
adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Contoh : Buku, Program, Lagu atau music, Drama atau
drama musikal, Seni, Arsitektur, dll
Pelanggaran Hak
Cipta telah diatur dalam pasal 72 dan pasal 73 undan—undang nomor 19 tahun 2002
tentang hak cipta, yang dapat dikenakan hukum pidana dan perampasan oleh negara
untuk dimusnahkan.
2. Hak Kekayaan
Industri (Industrial Property Rights) yang mencakup:
a)
Paten (Patent)
adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil
invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri invensinya tersebut kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Jangka Waktu
Paten Berdasarkan pasal 8 Undang—undang Nomor 14 tahun 2001 tentang paten,
paten diberikan dalam jangka waktu 20 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan
dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang.
b)
Desain Industri
(Industrial Design) adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau
komposisi garis atau warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga
dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan
dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan
suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
Sanksi Setiap
tindak pidana terhadap desain industri merupakan delik aduan yang dikenakan
sanksi pidana/ kurungan/ penjara dan denda.
c)
Merek
(Trademark) adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa.
Pendaftaran Merek
diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak Paten Departemen Kehakiman dan HAM dan
setiap permohonan yang telah disetujui akan mendapatkan lisensi yang terdaftar
dalam daftar umum merek. Sedangkan jangka waktunya adala selama 10 tahun sejak
lisensi diterima.
d)
Desain tata letak sirkuit terpadu (layout
design of integrated circuit) adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara
Republik Indonesia kepada Pendesain atau hasil kreasinya, untuk selama waktu
tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain
untuk melaksanakan hak tersebut.
Sanksi Setiap
tindak pidana terhadap tata letak sirkuit terpadu merupakan delik aduan yang
dikenakan sanksi pidana/ kurungan/ penjara dan denda
e)
Rahasia dagang (Trade
secret) adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi
dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha,
dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
Objek Rahasia
Dagang yaitu (1) Formula; (2)Metode pengolahan bahan kimia dan makanan; (3) Metode
dalam menyelemggarakan usaha; (4) Daftar konsumen; (5) Tingkat kemampuan
debitur mengembalikan kredit; (6) Perencanaan; (7) Rencana arsitektur; (8) Tabulasi
data; (9) Informasi teknik manufaktur; (10) Rummus—rumus perancangan; (11) Rencana
pemasaran; (12) Perangkat lunak computer; (13) Kode—kode akses; (14) Personal
identification number (PIN); (15) Data pemasaran, dan; (16) Rencana usaha.
Objek yang
dilindungi yaitu (1) Semua informasi yang telah menjadi milik umum (publik)
dan; (2) Informasi yang telah dipublikasaikan di muka umum.
f)
Perlindungan Varietas Tanaman (Plant
Variety Protection) adalah perlindungan khusus yang diberikan negara, yang
dalam hal ini diwakili oleh pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor
Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh
pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
Hak varietas
tanaman meliputi : Memproduksi atau memperbanyak benih, Menyiapkan untuk tujuan
propagasi, Mengiklankan, Menawarkan, Menjual atau memperdagangkan, Mengekspor,
Mengimpor, dan Mencadangkan untuk keperluan dalam butir a sampai dengan g.
Subjek perlindungan
varietas tanaman
-
Varietas turunan
esensial yang berasal dari suatu varietas yang dilindungi atau varietas yang
namanya telah terdaftar.
-
Varietas yang
tidak dapat dibedakan secara jelas dari varietas yang dilindungi.
-
Varietas yang
diproduksi dengan selalu menggunakan varietas yang dilibdungi.
Perlaihan Hak perlindungan Varietas Tanaman Diatur
dalam undang—undang nomor 29 tahun 2000 yaitu (1) Pewarisan; (2) Hibah; (3)
Wasiat; (4) Perjanjian dalam bentuk akta notaris; (5) Sebab lain yang
dibenarkan undang—undang.
Berakhirnya Hak Perlindungan Varietas tanaman Dalam
pasal 56 Undang—undang no 29 Tahun 2000 yaitu (1) Berkahirnya jangka waktu; (2)
Pembatalan; (3) Pencabutan.
.
Sumber Tambahan :